Perjuangan Dan TAN MALAKA Pahlawan INDONESIA
Perjuangan Dan TAN MALAKA Pahlawan INDONESIA | UN1X PROJECT | "Hasta la victoria, siempre!" "Maju terus menuju kemenangan!" kata-kata perpisahan itu ditulis Ernesto 'Che' Guevara tahun 1965. Ditulis untuk sahabatnya Fidel Castro .
Che memilih membantu gerilyawan di Afrika dan Amerika Selatan ketimbang menjadi menteri dalam pemerintahan di Kuba.
Semua orang di dunia mengenal sosoknya. Dengan cambang, mata tajam dan baret hitam berbintang merah. Che adalah simbol perlawanan kaum revolusioner pada kapitalisme dan rezim penguasa.
Kisah hidup Che Guevara nyaris serupa dengan Tan Malaka . Tan adalah pahlawan besar. Sayangnya justru di Indonesia nama Tan Malaka seolah tak dikenal.
"Tan Malaka sama seperti Che Guevara , mempelajari kisah mereka berdua penuh dengan romantisme perjuangan," kata Harry A Poeze, peneliti Belanda yang menghabiskan hidupnya dengan meneliti Tan Malaka .
Tan Malaka dibuang dari Indonesia karena dianggap membahayakan pemerintahan kolonial Belanda. Tulisan-tulisan Tan dipakai bahan diskusi tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno . Dengan berani Tan menulis 'Naar de Republiek Indonesia' atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925 diikuti Massa Actie atau Aksi Massa pada 1926.
Tan memilih dibuang ke Belanda. Dari sana dia memulai perjalanan keliling dunia. Jerman, Rusia, China, Thailand, Filiphina, Hongkong, dan sejumlah negara lain.
Tan menggerakan revolusi di beberapa negara yang dikunjunginya. Saat kembali ke Indonesia, Tan kecewa melihat Soekarno dan Sjahrir yang memilih berdiplomasi dengan Belanda yang ingin kembali.
Buat Tan Malaka merdeka harus 100 persen. Bagaimana berunding dengan penjajah yang menaruh kapal perangnya di perairan Indonesia?
Maka Tan memilih masuk hutan. Bergerilya daripada berunding dengan Belanda.
Sama seperti Che Guevara yang juga menolak intervensi Uni Sovyet di Kuba. Dia meninggalkan Kuba lalu bergerilya ke Kongo hingga Bolivia.
Tan dan Che, sama-sama revolusioner yang gelisah. Nasib keduanya pun berakhir tragis.
Che meninggal ditembak tentara Bolivia yang memburunya tahun 1967. Tan Malaka pun mati dieksekusi pasukan TNI di bawah pimpinan Letnan Dua Sukotjo 21 Februari 1949.
Kisah revolusi memang tak seindah dongeng. Seperti kata Poeze.
"Revolusi memakan anaknya sendiri."
Semua orang di dunia mengenal sosoknya. Dengan cambang, mata tajam dan baret hitam berbintang merah. Che adalah simbol perlawanan kaum revolusioner pada kapitalisme dan rezim penguasa.
Kisah hidup Che Guevara nyaris serupa dengan Tan Malaka . Tan adalah pahlawan besar. Sayangnya justru di Indonesia nama Tan Malaka seolah tak dikenal.
"Tan Malaka sama seperti Che Guevara , mempelajari kisah mereka berdua penuh dengan romantisme perjuangan," kata Harry A Poeze, peneliti Belanda yang menghabiskan hidupnya dengan meneliti Tan Malaka .
Tan Malaka dibuang dari Indonesia karena dianggap membahayakan pemerintahan kolonial Belanda. Tulisan-tulisan Tan dipakai bahan diskusi tokoh-tokoh pergerakan seperti Soekarno . Dengan berani Tan menulis 'Naar de Republiek Indonesia' atau Menuju Republik Indonesia tahun 1925 diikuti Massa Actie atau Aksi Massa pada 1926.
Tan memilih dibuang ke Belanda. Dari sana dia memulai perjalanan keliling dunia. Jerman, Rusia, China, Thailand, Filiphina, Hongkong, dan sejumlah negara lain.
Tan menggerakan revolusi di beberapa negara yang dikunjunginya. Saat kembali ke Indonesia, Tan kecewa melihat Soekarno dan Sjahrir yang memilih berdiplomasi dengan Belanda yang ingin kembali.
Buat Tan Malaka merdeka harus 100 persen. Bagaimana berunding dengan penjajah yang menaruh kapal perangnya di perairan Indonesia?
Maka Tan memilih masuk hutan. Bergerilya daripada berunding dengan Belanda.
Sama seperti Che Guevara yang juga menolak intervensi Uni Sovyet di Kuba. Dia meninggalkan Kuba lalu bergerilya ke Kongo hingga Bolivia.
Tan dan Che, sama-sama revolusioner yang gelisah. Nasib keduanya pun berakhir tragis.
Che meninggal ditembak tentara Bolivia yang memburunya tahun 1967. Tan Malaka pun mati dieksekusi pasukan TNI di bawah pimpinan Letnan Dua Sukotjo 21 Februari 1949.
Kisah revolusi memang tak seindah dongeng. Seperti kata Poeze.
"Revolusi memakan anaknya sendiri."
No comments