Lupakan Gelar Sarjana dan Hilangkan Rasa Malu Ketika Memulai Usaha...
Lupakan Gelar Sarjana dan Hilangkan Rasa Malu Ketika Memulai Usaha...
Konon orang mau memulai usaha (bisnis) itu lantaran kepepet. Misalkan sehabis kena PHK, tuntutan kebutuhan keluarga, atau bosan dengan penghasilan yang segitu-gitu saja dari pekerjaannya selama bertahun-tahun. Orang yang kena PHK biasanya lebih militan untuk survive di kehidupannya setelah tidak lagi bekerja, mau bekerja apa saja. Tapi tidak semua begitu, ada yang setelah kena PHK malah stress lantaran tidak terbiasa dengan menganggur dan tidak punya pengalaman melakukan pekerjaan lainnya diluar rutinitasnya selama bekerja. Terlebih kadang kita egois dengan latar pendidikan kita,atau rasa malu dengan orang-orang disekeliling kita ketika kita hendak memulai usaha baru diluar bidang akademik kita.
Saya pernah membaca salah satu tulisan pak Budi Rahardjo, beliau dosen ITB yang aktif menulis setiap hari dalam blognya. Dalam tulisannya tersebut, salah satu hal yang harus dilawan ketika hendak menjadi enterpreneur adalah ego kita. Ego lantaran kita adalah sarjana. Ego lantaran malu dengan sekeliling kita.
Sifat ego itulah yang membuat kita tidak berani melakukan sesuatu untuk perubahan hidup lebih baik. Lantaran kita adalah sarjana pendidikan kita tidak mau mencoba jualan mie ayam, jualan bubur ayam, atau lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan gelar akademik kita. Akhirnya kita memilih menderita selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun sebagai guru honorer yang gajinya mungkin kerap dirapel per triwulan.
Ini bukan semata-mata bicara uang, tapi lebih kepada spirit untuk melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan hidup tanpa melulu berharap diangkat jadi PNS, tanpa melulu berharap mendapat tunjangan dari pemerintah. Toh guru yang nyambi jadi tukang bubur tidak akan mengurangi apapun tentang label keguruan kita dimata orang tua siswa dan orang-orang di skitar kita. Kalaupun mereka menerka kecilnya gaji kita sampai kita berjualan bubur, toh itu realita, kenyataan sebenarnya.
Saya juga merasa malu...
Saya juga merasakan malu ketika membagi-bagikan brosur jasa pembuatan website ke sekolah-sekolah, merasa malu ketika harus memasang banner "jualan ebook dan jasa lainnya" di widget blog saya, tapi itu harus saya lakukan agar saya bisa membeli susu anak saya, membayar bibi yang ngasuh anak saya, membayar asuransi anak saya dan kebutuhan keluarga lainnya yang tentunya tidak cukup kalau hanya mengandalkan gaji dari sekolah tempat saya mengajar.
Dan saya membenarkan apa yang dikatakan pak Budi Rahadjo, bahwa tantangan terbesar ketika hendak memulai usaha, adalah ego kita. Itu yang saya alami, ketika hendak promosi keliling, yang ada dipikiran saya macam-macam. Malu lah takut ketemu orang yang saya kenal, malas lah kalau harus keliling-keliling mendatangi sekolah yang belum tentu pihak sekolah merespon promosi saya, dan pikiran lainnya. Begitupun ketika sampai di pintu gerbang sekolah, perasaan ragu tiba-tiba datang, ragu untuk masuk dan memulai pembicaraan. Terlebih ketika orang yang kita hadapi seperti tidak memberi respon sama sekali, "gubrak" ingin pinsan saja.
Lupakan Gelar Sarjana...
Gelar sarjana menurut saya tidak berarti apa-apa ketika kita hendak memulai usaha baru, terlebih usaha baru tersebut tidak linier dengan latar kesarjanaan kita. Yang kita perlukan pada saat hendak memulai usaha adalah kemauan, kerja keras, dan pantang menyerah. Dan tentu keberanian untuk mengalahkan ego tadi.
Konon orang mau memulai usaha (bisnis) itu lantaran kepepet. Misalkan sehabis kena PHK, tuntutan kebutuhan keluarga, atau bosan dengan penghasilan yang segitu-gitu saja dari pekerjaannya selama bertahun-tahun. Orang yang kena PHK biasanya lebih militan untuk survive di kehidupannya setelah tidak lagi bekerja, mau bekerja apa saja. Tapi tidak semua begitu, ada yang setelah kena PHK malah stress lantaran tidak terbiasa dengan menganggur dan tidak punya pengalaman melakukan pekerjaan lainnya diluar rutinitasnya selama bekerja. Terlebih kadang kita egois dengan latar pendidikan kita,atau rasa malu dengan orang-orang disekeliling kita ketika kita hendak memulai usaha baru diluar bidang akademik kita.
Saya pernah membaca salah satu tulisan pak Budi Rahardjo, beliau dosen ITB yang aktif menulis setiap hari dalam blognya. Dalam tulisannya tersebut, salah satu hal yang harus dilawan ketika hendak menjadi enterpreneur adalah ego kita. Ego lantaran kita adalah sarjana. Ego lantaran malu dengan sekeliling kita.
Sifat ego itulah yang membuat kita tidak berani melakukan sesuatu untuk perubahan hidup lebih baik. Lantaran kita adalah sarjana pendidikan kita tidak mau mencoba jualan mie ayam, jualan bubur ayam, atau lainnya yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan gelar akademik kita. Akhirnya kita memilih menderita selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun sebagai guru honorer yang gajinya mungkin kerap dirapel per triwulan.
Ini bukan semata-mata bicara uang, tapi lebih kepada spirit untuk melakukan perbaikan tingkat kesejahteraan hidup tanpa melulu berharap diangkat jadi PNS, tanpa melulu berharap mendapat tunjangan dari pemerintah. Toh guru yang nyambi jadi tukang bubur tidak akan mengurangi apapun tentang label keguruan kita dimata orang tua siswa dan orang-orang di skitar kita. Kalaupun mereka menerka kecilnya gaji kita sampai kita berjualan bubur, toh itu realita, kenyataan sebenarnya.
Saya juga merasa malu...
Saya juga merasakan malu ketika membagi-bagikan brosur jasa pembuatan website ke sekolah-sekolah, merasa malu ketika harus memasang banner "jualan ebook dan jasa lainnya" di widget blog saya, tapi itu harus saya lakukan agar saya bisa membeli susu anak saya, membayar bibi yang ngasuh anak saya, membayar asuransi anak saya dan kebutuhan keluarga lainnya yang tentunya tidak cukup kalau hanya mengandalkan gaji dari sekolah tempat saya mengajar.
Dan saya membenarkan apa yang dikatakan pak Budi Rahadjo, bahwa tantangan terbesar ketika hendak memulai usaha, adalah ego kita. Itu yang saya alami, ketika hendak promosi keliling, yang ada dipikiran saya macam-macam. Malu lah takut ketemu orang yang saya kenal, malas lah kalau harus keliling-keliling mendatangi sekolah yang belum tentu pihak sekolah merespon promosi saya, dan pikiran lainnya. Begitupun ketika sampai di pintu gerbang sekolah, perasaan ragu tiba-tiba datang, ragu untuk masuk dan memulai pembicaraan. Terlebih ketika orang yang kita hadapi seperti tidak memberi respon sama sekali, "gubrak" ingin pinsan saja.
Lupakan Gelar Sarjana...
Gelar sarjana menurut saya tidak berarti apa-apa ketika kita hendak memulai usaha baru, terlebih usaha baru tersebut tidak linier dengan latar kesarjanaan kita. Yang kita perlukan pada saat hendak memulai usaha adalah kemauan, kerja keras, dan pantang menyerah. Dan tentu keberanian untuk mengalahkan ego tadi.
No comments