DREAM CATCHER - PART 05 (FINAL)
By: Andieta Octaria
“Tidak ada dream catcher di tempat ini … dan tidak ada kutukan yang dapat diubah Nak …” Aku menatap nenek itu dengan bingung. Ia sudah tua, rambutnya yang sudah memutih di gulung rapi di belakang kepalanya. Kaca matanya sepertinya tak lagi bisa membantu pengelihatannya. Ia harus memicingkan matanya untuk menatapku yang berada persis di hadapannya. Umurnya mungkin sudah 80 tahun. Wajar bila nenek ini sudah tidak ingat lagi. Dengan kecewa, aku berbalik meninggalkan toko.
“Jangan pernah menggantungnya terbalik. Jangan pernah menggantungnya terbalik. Atau ia akan memakan mimpimu, lalu duniamu! HAK HAK HAK!”
Aku terpaku seketika. Saat aku menoleh, nenek di belakang kasir tadi menatapku tajam. Wajahnya yang keriput tertawa lebar. Tangannya mencengkram menja kasir kuat-kuat. Suaranya yang hangat berubah menjadi kering dan serak. Ia mengulangi kata-katanya tanpa henti, lalu terbahak hingga badannya bergetar. Aku berlari, meninggalkan toko tersebut lalu kembali mengayuh sepedaku.
KIK KIK KIK
Aku sungguh-sungguh bisa mendengar suara tawa makhluk itu. Keringat dingin mengalir. Aku bahkan bisa melihat sosoknya di pepohonan depan. Apakah aku mulai berhalusinasi? Atau aku belum terbangun dari mimpi?
KIK KIK KIK
Suara itu! Tinggi dan nyaring. Aku mengayuh sepeda dengan lebih cepat. Ini pasti mimpi! Aku harus cepat-cepat bangun sebelum makhluk itu datang! Aku bisa merasakan keringatku mengalir membasahi kausku. Kakiku pegal luar biasa, lututku lemas. Telapak kakiku mulai sakit. Namun aku memaksakan diri untuk mengayuh lebih kencang. Aku mengayuh tanpa henti hingga merasa mual.
Aku sampai di rumah dengan terengah-engah. Rumah masih sepi. Pasti ibu dan Haruka belum pulang. Namun rasanya ada yang salah. Aku berjalan perlahan-lahan. Aku mengecek dapur. Kosong. Ada yang salah. Aku tau ada yang salah. Aku berjingkat, memeriksa kamar Haruka. Seperti dapur, kamar Haruka juga kosong.
KRUK KRUK KRUK
SUARA ITU! Suara mengunyah itu terdengar lebih jelas sekarang. Berasal dari dalam rumah, entah dari mana. Ini pasti mimpi! Aku masih bermimpi! Aku cepat-cepat berlari ke kamar tidur, memastikan dream catcher tak lagi tergantung di atas tempat tidur, lalu bersembunyi di dalam selimut, berusaha keras untuk tidur.
***
“Hei Haruka, bukankah ini milik kakakmu, Kei?” Ibu menatap sebuah gantungan dengan bulu burung yang tergeletak di tempat sampah.
“Ya! Sepertinya kakak sangat menyukai benda itu sampai menggantungnya di dekat tempat tidur. Ah, kakak selalu ceroboh meletakkan barang-barangnya!”
Ibu mengambil gantungan itu, lalu masuk ke kamar Kei. Ia menggantung gantungan itu dengan hati-hati agar Kei tidak terbangun, lalu keluar dari kamarnya.
***
Harumi menghapus air matanya. Ia menatap jenazah Kei sekali lagi sebelum di kremasi. Semenjak ia menginap di rumah Kei, Kei tak pernah terbangun lagi. Orang tua Kei sudah melakukan segala cara untuk membangunkan Kei. Mulai dari memasukkannya ke rumah sakit, hingga membawanya ke kuil. Tak ada yang berhasil. Bahkan dokter tidak menemui satupun penyakit dalam tubuh Kei. Namun ia tak lagi membuka mata.
Kemanapun Kei dibawa untuk menjalani pengobatan, ibunya selalu membawa boneka kesayangan Kei dan dream catcher, barang terakhir yang Kei beli. Ibunya ingin ketika Kei membuka mata, barang-barang kesayangannya itu yang pertama Kei lihat. Sudah lima tahun Kei tergeletak di kasurnya. Hanya infus berisi makanan dan cairan yang membuatnya tetap hidup. Di tahun keenam, orang tuanya menyerah. Mereka melepas infus di tubuh Kei hingga akhirnya Kei meninggal dunia.
Kei akan dikremasi bersama boneka dan dream catchernya, lantas abunya disebarkan di laut dekat kampung ibunya. Namun Harumi meminta dream catcher itu untuk ia simpan. Bagaimanapun, Kei adalah teman pertamanya saat baru pindah sekolah. Ia ingin memiliki satu barang yang akan selalu mengingatkannya pada persahabatan mereka. Kei lah yang membuatnya berhenti percaya pada hal-hal berbau mistis. Ia ingin membuktikan pada Kei kalau ia tangguh.
Harumi memegang dream catcher milik Kei, lalu bergegas pulang sebelum tubuh Kei di kremasi. Ia tak bisa menahan tangisnya. Ia berjanji dalam hati, akan selalu mengingat Kei. Ia akan menggantung dream catcher itu di kamarnya, selalu mengingat sahabatnya, Kei, sebelum tidur. Harumi menatap peti mati Kei sekali lagi, lalu melangkah pulang.
***
Aku membuka mata. Apakah ini masih bagian dari mimpi? Ataukah dream catcher itu memang sudah tak lagi berada di dekatku? Tunggu dulu. Dimana ini? Aku menatap ke sekitarku. Gelap. Terlalu gelap disini.
PANAS! Ah! Panas sekali! Ada apa ini? Dimana aku? Aku menatap sekitar. API! Api di mana-mana! Perlahan-lahan, aku merasakan api membakar tubuhku. Aku berteriak sekuat tenaga. Di tengah teriakanku, aku mendengar suara itu untuk terakhir kali,
KIK KIK KIK
THE END
No comments