Terlalu Dekat Dengan Siswa Bisa Menghilangkan Wibawa Guru, Benarkah?
Banyak kawan guru yang sering mengingatkan saya bahwa, jangan terlalu dekat sama siswa, karena efek dari terlalu dekat dengan siswa adalah hilangnya wibawa kita. Wiih, horor banget kedengarannya. Bagaimana menurut anda, apakah bener kalau terlalu dekat dengan siswa bisa mengakibatkan hilangnya wibawa si guru? Bagi saya yang guru jadi-jadian (guru yang bukan alumni sarjana pendidikan, ngutip kalimat pak Sarjono, SE rekan mengajar saya di SMK Nida El Adabi) soal wibawa atau tidak berwibawa bukanlah masalah, bahkan saya cenderung tidak memikirkan apakah saya berwiabawa atau tidak dimata siswa. Jadi soal statement terlalu deket dengan siswa bisa menghilangkan wibawa kita sebagai guru, itu masabodoh. Bagi anda yang senang untuk disebut berwibawa maka jalankan statement tadi, jangan terlalu deket dengan siswa sebab nanti wiabwa anda hilang, sedangkan bagi anda yang satu aliran dengan saya ya abaikan. Tapi menarik juga untuk menanggapinya lewat tulisan ini, mudah-mudahan bisa membuka pikiran antar sesama guru baik ya pro wibawa maupun yang biasa-biasa saja dengan urusan wibawa-wibaan (hihi).
Bagi yang pro wibawa, maka wibawa itu teramat penting. Karena wibawa menjadi senjata buat menaklukan si siswa. Guru yang berwibawa akan mudah mengendalikan siswa, dengan satu telunjuk mengacung keatas disaat siswa sedang gaduh, maka seketika semua siswa akan diam dan fokus kembali ke guru. Prok prok prok, hebaat kan? Guru yang mempunyai wibawa sperti ini pastinya dihormati karena wibawanya. Wiih bawa mobil, wiih bawa laptop bisa dilipet-lipet (hehe). Dan saya salut untuk guru semacam ini, kalau ada moment bagi-bagi tipsnya dong, biar saya jadi berwibawa. Bawa mobil maksudnya (#garing).
Bagi guru yang tidak berwibawa, maka wibawa itu juga termat penting. Lho? Kalau tidak penting maka siap-siap saja anda jadi bulan-bulanan siswa. Ketika anda menjelaskan materi kimia pentingnya harga diri (hufff itu materi PKN ya?) anda akan jadi radio bobpbrok yang tidak didengarkan. Percuma saja anda berteriak sampai pita suara anda mau putus sebab siswa anda akan mengabaikan anda, karena yang anda jelasin tidak menarik. Lihat saja buku catatan siswa anda pas menjelaskan materi itu, pasti ada gambar karikatur wajah anda yang lucu, hehe. Maka disaat-saat wajah anda jadi bahan mainan kreatifitas siswa anda maka saatnya anda mengeluarkan jurus "wibawa" anda dengan cara berteriak sekencang-kencangnya "teruskan!" eh salah. "Diam!" saat mengeluarkan kata-kata itu yakinkan volume suara anda sudah pas dengan sound system yang dipasang dipojok kelas, jadi sebelumnya cek sound dulu, hehe.
Bagi guru yang biasa-biasa saja dengan wibawa, maka wibawa itu antara penting dan tidak. Wibawa itu penting kalau lagi musim hujan. Wiih bawa payung, jadinya tidak kehujanan. Dan wibawa itu tidak penting ketika musim kemarau. Wiih bawa kasur padahal lagi panas nih. Buat apa si wibawa kalau ketika ngajar siswa fokus sama materi yang anda jelasin, buat apa sih wibawa kalau siswa antusias dan seneng dengan proyek-proyek percobaan materi yang anda berikan. Buat apa sih wibawa kalau ternyata siswa lebih seneng sama anda lantaran saat ngobrol apa aja anda nyambung, tidak takut salah ucap lantaran konsekwensinya kena hukuman jalan jongkok.
Jadi wibawa itu tidak penting ya? Ya penting si, secara guru itu leader, pemimpin. Tapi bukan berarti wibawa itu kudu dipaksakan.Wibawa itu akan datang sendiri kok pada saat dibutuhkan, miscall aja nanti juga datang. Maksudnya kalau anda menguasai dari A-Z materi pelajaran yang anda ajarkan dari hal kecil sampai yang besar-besarnya, sok dengan sendirinya pasti anda akan mengatakan wibawa itu tidak penting.
Bedanya yang berwibawa dan tidak berwibawa
Dekat yang bagaimana dulu? Kalau deketnya PDKT antara guru laki-laki ke siswa perempuan lantaran adanya indikasi perasaan menyukai dan menyayangi yang dibarengi pikiran-pikiran mesum, itu memang berpotensi menghilangkan wibawa guru. "CIN nanti pulang bareng bapak ya, kita sejalur kok. nanti bapak traktir kamu di bakso paling enak sejagad di belokan sana, abis makan bakso kita nonton di bioskop sana ada film baru tau....!" kalau guru kayak begini nih mestinya dimutasi aja ke alam lain.
Tapi kalau deketnya pyur (pure) relasi siswa - guru dengan output kedekatannya semata-mata untuk peningkatan kompetensi siswa, ya menurut saya ndak masalah. Misalnya ada event lomba, si guru mau nemenin siswanya yang kebetulan perempuan semua untuk belajar sampai sore, beliin makan minum biar siswanya gak lelah belajar, dan kedekatan lainya yang tujuannya buat pineter si siswa, bahkan saya pernah lihat ada guru yang menghilangkan keformalan menyebut dirinya "bapak" dengan aku, bahkan ada yang terlalu vulgar dengan eloh - gue nya. Menurut saya itu ndak masalah, selagi si guru bisa jauh lebih dekat dan memudahkan dirinya untuk mengupgrade kemampuan siswa-siswanya. Tapi tetep perlu waspada juga, jangan sampe deket-deket jadi suka, deket-deket jadi ngelunjak.
Jadi, menurut saya, terlalu dekat dengan siswa itu tidak mengurangi apalagi menghilangkan wibawa si guru. Banyak sekali guru yang berhasil mengupgrade kemampuan siswanya itu lantaran kedekatannya dengan siswa, si siswa jadi senang ketika berada dengan guru yang tidak membuatnya kikuk, takut salah, takut dikira tidak hormat, dan lainnya. Dari senang itu ternyata memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan gurunya, kalau tidak mengerti si siswa tidak malu dan takut untuk bertanya puluhan kali lantaran gurunya pasti menjawabnya puluhan kali pula, sampai gurunya tidak menjawab lagi. #mungkindialelah.
__________________
#ini persepsi saya saja yang tidak terlalu peduli dengan urusan wibawa-wibawaan. Kalau anda punya persepsi berbeda, silahkan sampaikan di kolom komentar.
Bagi yang pro wibawa, maka wibawa itu teramat penting. Karena wibawa menjadi senjata buat menaklukan si siswa. Guru yang berwibawa akan mudah mengendalikan siswa, dengan satu telunjuk mengacung keatas disaat siswa sedang gaduh, maka seketika semua siswa akan diam dan fokus kembali ke guru. Prok prok prok, hebaat kan? Guru yang mempunyai wibawa sperti ini pastinya dihormati karena wibawanya. Wiih bawa mobil, wiih bawa laptop bisa dilipet-lipet (hehe). Dan saya salut untuk guru semacam ini, kalau ada moment bagi-bagi tipsnya dong, biar saya jadi berwibawa. Bawa mobil maksudnya (#garing).
Bagi guru yang tidak berwibawa, maka wibawa itu juga termat penting. Lho? Kalau tidak penting maka siap-siap saja anda jadi bulan-bulanan siswa. Ketika anda menjelaskan materi kimia pentingnya harga diri (hufff itu materi PKN ya?) anda akan jadi radio bobpbrok yang tidak didengarkan. Percuma saja anda berteriak sampai pita suara anda mau putus sebab siswa anda akan mengabaikan anda, karena yang anda jelasin tidak menarik. Lihat saja buku catatan siswa anda pas menjelaskan materi itu, pasti ada gambar karikatur wajah anda yang lucu, hehe. Maka disaat-saat wajah anda jadi bahan mainan kreatifitas siswa anda maka saatnya anda mengeluarkan jurus "wibawa" anda dengan cara berteriak sekencang-kencangnya "teruskan!" eh salah. "Diam!" saat mengeluarkan kata-kata itu yakinkan volume suara anda sudah pas dengan sound system yang dipasang dipojok kelas, jadi sebelumnya cek sound dulu, hehe.
Bagi guru yang biasa-biasa saja dengan wibawa, maka wibawa itu antara penting dan tidak. Wibawa itu penting kalau lagi musim hujan. Wiih bawa payung, jadinya tidak kehujanan. Dan wibawa itu tidak penting ketika musim kemarau. Wiih bawa kasur padahal lagi panas nih. Buat apa si wibawa kalau ketika ngajar siswa fokus sama materi yang anda jelasin, buat apa sih wibawa kalau siswa antusias dan seneng dengan proyek-proyek percobaan materi yang anda berikan. Buat apa sih wibawa kalau ternyata siswa lebih seneng sama anda lantaran saat ngobrol apa aja anda nyambung, tidak takut salah ucap lantaran konsekwensinya kena hukuman jalan jongkok.
Jadi wibawa itu tidak penting ya? Ya penting si, secara guru itu leader, pemimpin. Tapi bukan berarti wibawa itu kudu dipaksakan.Wibawa itu akan datang sendiri kok pada saat dibutuhkan, miscall aja nanti juga datang. Maksudnya kalau anda menguasai dari A-Z materi pelajaran yang anda ajarkan dari hal kecil sampai yang besar-besarnya, sok dengan sendirinya pasti anda akan mengatakan wibawa itu tidak penting.
Bedanya yang berwibawa dan tidak berwibawa
- #Soal hormat dihormati. Kalau guru berwibawa pasti dihormati siswa dan koleganya, apalagi pada saat kebagian jadi pembina upacara, pasti semua hormat padanya. Sedangkan guru tidak berwibawa, paling cuma diajak ketawa mulu sama siswanya lantaran selalu ada yang dianggap lucu sama siswanya (positifthink# membuat orang ketawa itu ibadah mas), sama koleganya paling enaknya jadi temen curhat soal gaji kecil yang sama ngenes dengan mukanya, hehe.
- #Soal ketika ngajar. Guru yang berwibawa pasti ketika ngajar matanya tajam, setajam silet, mengamati muka-muka siswanya, si siswapun membalas tatapan guru, dan akhirnya adu kedip-kedip. "Pak saya tidak ngerti dengan materi yang ini......." tanya salah satu siswa. "Jangan bertanya diluar topik...." jawab siguru. Si siswapun diam, padahal topik yang ia tanya sama. Jadi kalau punya wibawa itu enak, kalau males jawab tinggal bilang jangan bertanya diluar topik, atau nanti kita bahas pertanyaan kamu di jadwal berikutnya. Bersambung...... ehehe. Sedangkan kalau guru tidak berwibawa, ketika ngajar pasti kelasnya hidup, rame kayak pasar, ada yang nyanyi, ada yang ngegosip, ada yang mnggambar sambil lempar-lemparan granat, ada yang tidur. plek, bzzzzzzzttt. Pokoknya bagi siswa seru lah. Bagi guru? Seru juga, kalau si guru bisa berkolaborasi dengan hiruk-pikuknya siswa tersebut. Siswa nyanyi, guru mainin alat musiknya. Siswa menggambar, guru yang mewarnainya. Siswa ngegosip, guru yang jadi presenternya. Siswa lempar-lemparan granat, guru jadi jenderalnya sambil teriak "tiaraaaap". Kapan belajarnya? Gampang searching di google.....
- #Soal kepake dan tidak kepake di sekolah. Guru berwibawa pasti selalu tampil didepan, kecuali kebelet pasti kebelakang (baca: WC). Bicaanya diplomatis, dan baku. "Rekan-rekan semuanya dalam rangka menyikapi era MEA kaitannya dengan masa depan dan orientasi sekolah kita maka mari sama-sama menundukan kepala untuk berdo'a menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, berdo'a mulai.........." begitu, disuatu rapat.
Sedangkan guru yang tidak berwibawa pasti selalu terabaikan, aspirasinya tidak didengarkan padahal waktu mengemukakan aspirasi sudah pake TOA dan spanduk yang berisi aspirasi-aspirasinya. Kalau sudah begini akhirnya si guru cuma bisa curhat di fanspage facebooknya yang likersnya 33 ribu. "saya terzolimi, dan aspirasi saya tidak didengar tapi itu semua kesalahan saya yang tidak berwibawa ini dan ketika menyampaikan aspirasi kepsek dan rekan guru lainnya sedang liburan ke Bali. #guru_yang_teraniaya" begitu curhatnya di facebook.
Dekat yang bagaimana dulu? Kalau deketnya PDKT antara guru laki-laki ke siswa perempuan lantaran adanya indikasi perasaan menyukai dan menyayangi yang dibarengi pikiran-pikiran mesum, itu memang berpotensi menghilangkan wibawa guru. "CIN nanti pulang bareng bapak ya, kita sejalur kok. nanti bapak traktir kamu di bakso paling enak sejagad di belokan sana, abis makan bakso kita nonton di bioskop sana ada film baru tau....!" kalau guru kayak begini nih mestinya dimutasi aja ke alam lain.
Tapi kalau deketnya pyur (pure) relasi siswa - guru dengan output kedekatannya semata-mata untuk peningkatan kompetensi siswa, ya menurut saya ndak masalah. Misalnya ada event lomba, si guru mau nemenin siswanya yang kebetulan perempuan semua untuk belajar sampai sore, beliin makan minum biar siswanya gak lelah belajar, dan kedekatan lainya yang tujuannya buat pineter si siswa, bahkan saya pernah lihat ada guru yang menghilangkan keformalan menyebut dirinya "bapak" dengan aku, bahkan ada yang terlalu vulgar dengan eloh - gue nya. Menurut saya itu ndak masalah, selagi si guru bisa jauh lebih dekat dan memudahkan dirinya untuk mengupgrade kemampuan siswa-siswanya. Tapi tetep perlu waspada juga, jangan sampe deket-deket jadi suka, deket-deket jadi ngelunjak.
Jadi, menurut saya, terlalu dekat dengan siswa itu tidak mengurangi apalagi menghilangkan wibawa si guru. Banyak sekali guru yang berhasil mengupgrade kemampuan siswanya itu lantaran kedekatannya dengan siswa, si siswa jadi senang ketika berada dengan guru yang tidak membuatnya kikuk, takut salah, takut dikira tidak hormat, dan lainnya. Dari senang itu ternyata memudahkan siswa memahami materi yang disampaikan gurunya, kalau tidak mengerti si siswa tidak malu dan takut untuk bertanya puluhan kali lantaran gurunya pasti menjawabnya puluhan kali pula, sampai gurunya tidak menjawab lagi. #mungkindialelah.
__________________
#ini persepsi saya saja yang tidak terlalu peduli dengan urusan wibawa-wibawaan. Kalau anda punya persepsi berbeda, silahkan sampaikan di kolom komentar.
No comments