Header Ads

Kisah Sukses Eka Tjipta Widjaja : Triliuner yang tidak tamat SD

Eka Tjipta Widjaja adalah orang Indonesia yang awalnya lahir di Cina. Beliau lahir di Coana Ciu, Fujian, Cina dan mempunyai nama Oei Ek Tjhong. Ia lahir pada tanggal 3 Oktober 1923 dan merupakan pendiri dan pemilik Sinar Mas Group. Ia pindah ke Indonesia saat umurnya masih sangat muda yaitu umur 9 tahun. Tepatnya pada tahun 1932, Eka Tjipta Widjaya yang saat itu masih dipanggil Oei Ek Tjhong akhirnya pindah ke kota Makassar. Di Indonesia, Eka hanya mampu tamat sekolah dasar atau SD. Hal ini dikarenakan kondisi ekonominya yang serba kekurangan. Untuk bisa pindah ke Indonesia saja, ia dan keluarganya harus berhutang ke rentenir dan dengan bunga yang tidak kecil.

Sarjana atau lulusan universitas? Jangan keburu bangga. Sebab, ijasah tinggi bukan jaminan kesuksesan seseorang. Sebaliknya, meski ijasah rendah belum tentu pula jadi kere.

Mau bukti? Eka Tjipta Widjaja, pendiri Sinar Mas Grup, masuk 3 besar orang terkaya Indonesia versi majalah Globe Asia 2008. Kabarnya, total kekayaannya ± USD $6 miliar atau sekitar Rp54 triliun. Tapi siapa sangka, dia hanya lulusan SD.

Tiba di Makassar, Eka kecil – masih dengan nama Oei Ek Tjhong – segera membantu ayahnya yang sudah lebih dulu tiba dan mempunyai toko kecil. Tujuannya jelas, segera mendapatkan 150 dollar, guna dibayarkan kepada rentenir. Dua tahun kemudian, utang terbayar, toko ayahnya maju. Eka pun minta Sekolah. Tapi Eka menolak duduk di kelas satu.
Keluarga

Eka Tjipta Widjaja mempunyai keluarga yang selalu mendukungnya dalam hal bisnis dan kehidupannya. Beliau menikah dengan seorang wanita bernama Melfie Pirieh Widjaja dan mempunyai 7 orang anak. Anak-anaknya adalah Nanny Widjaja, Lanny Widjaja, Jimmy Widjaja, Fenny Widjaja, Inneke Widjaja, Chenny Widjaja, dan Meilay Widjaja. Eka Tjipta Widjaja dikenal sebagai orang yang banyak mempunyai istri atau poligami.

Tamat SD, ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena masalah ekonomi. Ia pun mulai jualan. Ia keliling kota Makassar, menjajakan biskuit dan kembang gula. Hanya dua bulan, ia sudah mengail laba Rp. 20, jumlah yang besar masa itu. Harga beras ketika itu masih 3-4 sen per kilogram. Melihat usahanya berkembang, Eka membeli becak untuk memuat barangnya.

Namun ketika usahanya tumbuh subur, datang Jepang menyerbu Indonesia, termasuk ke Makassar, sehingga usahanya hancur total. Ia menganggur total, tak ada barang impor/ekspor yang bisa dijual. Total laba Rp. 2000 yang ia kumpulkan susah payah selama beberapa tahun, habis dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari.

Di tengah harapan yang nyaris putus, Eka mengayuh sepeda bututnya dan keliling Makassar. Sampailah ia ke Paotere (pinggiran Makassar, kini salah satu pangkalan perahu terbesar di luar Jawa). Di situ ia melihat betapa ratusan tentara Jepang sedang mengawasi ratusan tawanan pasukan Belanda.

Tapi bukan tentara Jepang dan Belanda itu yang menarik Eka, melainkan tumpukan terigu, semen, gula, yang masih dalam keadaan baik. Otak bisnis Eka segera berputar. Secepatnya ia kembali ke rumah dan mengadakan persiapan untuk membuka tenda di dekat lokasi itu. Ia merencanakan menjual makanan dan minuman kepada tentara Jepang yang ada di lapangan kerja itu.



Keesokan harinya, masih pukul empat subuh, Eka sudah di Paotere. Ia membawa serta kopi, gula, kaleng bekas minyak tanah yang diisi air, oven kecil berisi arang untuk membuat air panas, cangkir, sendok dan sebagainya. Semula alat itu ia pinjam dari ibunya. Enam ekor ayam ayahnya ikut ia pinjam. Ayam itu dipotong dan dibikin ayam putih gosok garam. Dia juga pinjam satu botol wiskey, satu botol brandy dan satu botol anggur dari teman-temannya.

Jam tujuh pagi ia sudah siap jualan. Benar saja, pukul tujuh, 30 orang Jepang dan tawanan Belanda mulai datang bekerja. Tapi sampai pukul sembilan pagi, tidak ada pengunjung. Eka memutuskan mendekati bos pasukan Jepang. Eka mentraktir si Jepang makan minum di tenda.

Setelah mencicipi seperempat ayam komplit dengan kecap cuka dan bawang putih, minum dua teguk whisky gratis, si Jepang bilang joto. Setelah itu, semua anak buahnya dan tawanan diperbolehkan makan minum di tenda Eka. Tentu saja ia minta izin mengangkat semua barang yang sudah dibuang.

Segera Eka mengerahkan anak-anak sekampung mengangkat barang-barang itu dan membayar mereka 5 – 10 sen. Semua barang diangkat ke rumah dengan becak. Rumah berikut halaman Eka, dan setengah halaman tetangga penuh terisi segala macam barang.

Ia pun bekerja keras memilih apa yang dapat dipakai dan dijual. Terigu misalnya, yang masih baik dipisahkan. Yang sudah keras ditumbuk kembali dan dirawat sampai dapat dipakai lagi. Ia pun belajar bagaimana menjahit karung.

Karena waktu itu keadaan perang, maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu.

Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40.

Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tentu Eka menolak, sebab menurut dia ngapain jual semen ke kontraktor? Maka Eka pun kemudian menjadi kontraktor pembuat kuburan orang kaya.

Ia bayar tukang Rp. 15 per hari ditambah 20 persen saham kosong untuk mengadakan kontrak pembuatan enam kuburan mewah. Ia mulai dengan Rp. 3.500 per kuburan, dan yang terakhir membayar Rp. 6.000. Setelah semen dan besi beton habis, ia berhenti sebagai kontraktor kuburan.

Demikianlah Eka, berhenti sebagai kontraktor kuburan, ia berdagang kopra, dan berlayar berhari-hari ke Selayar (Selatan Sulsel) dan ke sentra-sentra kopra lainnya untuk memperoleh kopra murah.

Eka mereguk laba besar, tetapi mendadak ia nyaris bangkrut karena Jepang mengeluarkan peraturan bahwa jual beli minyak kelapa dikuasai Mitsubishi yang memberi Rp. 1,80 per kaleng. Padahal di pasaran harga per kaleng Rp. 6. Eka rugi besar.

Ia mencari peluang lain. Berdagang gula, lalu teng-teng (makanan khas Makassar dari gula merah dan kacang tanah), wijen, kembang gula. Tapi ketika mulai berkibar, harga gula jatuh, ia rugi besar, modalnya habis lagi, bahkan berutang. Eka harus menjual mobil jip, dua sedan serta menjual perhiasan keluarga termasuk cincin kawin untuk menutup utang dagang.

Tapi Eka berusaha lagi. Dari usaha leveransir dan aneka kebutuhan lainnya. Usahanya juga masih jatuh bangun. Misalnya, ketika sudah berkibar tahun 1950-an, ada Permesta, dan barang dagangannya, terutama kopra habis dijarah oknum-oknum Permesta. Modal dia habis lagi. Namun Eka bangkit lagi, dan berdagang lagi.

Usahanya baru benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh setelah Orde Baru, era yang menurut Eka, “memberi kesejukkan era usaha”. Pria bertangan dingin ini mampu membenahi aneka usaha yang tadinya “tak ada apa-apanya” menjadi “ada apa-apanya”. Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton sekarang ini.

Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula.

Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun.

Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak sampai di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.

“Saya Sungguh menyadari, saya bisa seperti sekarang karena Tuhan Maha Baik. Saya sangat percaya Tuhan, dan selalu ingin menjadi hamba Nya yang baik,” katanya mengomentari semua suksesnya kini. “Kecuali itu, hematlah,” tambahnya.

Ia menyarankan, kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210,” Waahhh, itu cilaka betul,” katanya.

Empat anak Eka kemudian diberi tugas mengelola empat unit bisnis. Teguh Ganda Widjaja sulung memimpin Asia Pulp and Paper Co Indra Widjaja memegang Tbk PT Sinarmas Multiartha, Yang bergerak di bidang keuangan.. Muktar Widjaja mengelola perusahaan properti PT Duta Pertiwi Tbk. Franky Oesman Widjaja menangani agro dan perusahaan teknologi, PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk. Widjaja juga termasuk generasi ketiga dalam bisnis. Fuganto Widjaja, anak Indra Widjaja, menjadi salah satu komisaris di Sinarmas Multiartha. Eric Oei Kang, anak Teguh, seorang managing director HK Konstruksi, yang bekerja sama dengan Sinarmas Grup mendirikan sejumlah properti di Hong Kong.

ka Tjipta Widjaya keberhasilan dalam melakukan bisnis tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip hidup yang dipegangnya. Baginya, setiap kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan bisnis, asalkan memiliki keinginan untuk melawan, pasti semua kesulitan dapat diatasi. Prinsip selanjutnya, jujur, menjaga kredibilitas, tanggung jawab, baik kepada keluarga, pekerjaan dan lingkungan sekitarnya. Hidup hemat dan tidak menghilang. “Jika kita hidup hemat, uang yang disimpan dapat digunakan untuk membantu orang lain yang membutuhkan Dan,. Sebisa mungkin kita harus mencoba untuk membantu orang lain yang kurang beruntung, tanpa diskriminasi. Humanistik itu tanpa pandang bulu,” katanya.
Untuk mendistribusikan nurani sosial, kemudian mendirikan sebuah yayasan Eka “Eka Tjipta Foundation” (ETF) pada Maret 2006. ETF tercermin dalam visi motto: “tanaman kebaikan kemakmuran panen” atau “perbuatan baik menciptakan benih yang baik”, yang lebih ketat ditetapkan dalam maksud dan tujuan ETF yang meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat di sosial, ekonomi dan lingkungan dengan berkontribusi positif bagi pembangunan bangsa dan negara Indonesia secara berkelanjutan.
Setelah perusahaan mengadakan anak-anak mereka, Eka suka menghabiskan hari-harinya melakukan kegiatan sosial, bertemu dengan teman-teman lama dan kadang-kadang ke Singapura untuk perawatan. Posisi hanya dia masih memegang Ketua Dewan Pembina Eka Tjipta Foundation.

Rekam Jejak Kekayaan Eka Tjipta Widjaja

Eka Tjipta Widjaja sudah masuk daftar orang terkaya di Indonesia sejak pertama kali majalah bisnis dunia, forbes, merilis daftar orang terkaya khusus Indonesia pada tahun 2006. Pada tahun-tahun sebelumnya forbes hanya merangking orang terkaya di Asia Tenggara dan belum membuat peringkat khusus untuk Indonesia. Berikut selengkapnya peringkat terkaya yang diraih Eka Tjipta Widjaja.
  •  2013: peringkat #2 terkaya Indonesia, kekayaan 7,0 miliar dolar AS
  • 2012: peringkat #2 terkaya Indonesia, kekayaan 7,7 miliar dolar AS
  • 2011: peringkat #3 terkaya Indonesia, kekayaan 8,0 miliar dolar AS
  • 2010: peringkat #3 terkaya Indonesia, kekayaan 6,0 miliar dolar AS
  • 2009: peringkat #5 terkaya Indonesia, kekayaan 2,4 miliar dolar AS
  • 2008: peringkat #8 terkaya Indonesia, kekayaan 950 juta dolar AS
  • 2007: peringkat #5 terkaya Indonesia, kekayaan 2,8 miliar dolar AS
  • 2006: peringkat #3 terkaya Indonesia, kekayaan 2,0 miliar dolar AS
  • 2005: peringkat #5 terkaya Indonesia, kekayaan 710 juta dolar AS (peringkat #26 Asia Tenggara)

Jaringan Bisnis Sinar Mas Group

  • Pengembang dan Realestat : Sinarmas Land
    • Proyek Perkotaan
      • BSD City (Kota Tangerang Selatan)
      • Kota Deltamas (Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi)
      • Kota Wisata (Cibubur, Jakarta Timur)
      • Grand Wisata (Bekasi)
    • Proyek Perumahan
      • Balikpapan Baru
      • Banjar Wijaya
      • Grand City Balikpapan
      • Legenda Wisata
      • Li Shui Jin Du Chengdu (Shenyang, Cina)
      • Li Shui Jin Yang Shenyang (Chengdu, Cina)
      • Wisata Bukit Mas Surabaya
      • Taman Duta Mas Batam
      • Taman Permata Buana
      • Telaga Golf Sawangan
    • Proyek Komersial dan Industri
      • Orchard Towers Singapura
      • BSD Techno Park
      • Greenland International Industrial City (GIIC) Deltamas
      • Karawang International Industrial City (KIIC)
      • Plaza BII
      • Wisma BCA BSD City
      • Wisma BII Medan
      • Wisma BII Surabaya
      • Wisma Eka Jiwa
    • Pusat Perdagangan dan Retail
      • ITC Mangga Dua
      • DP Mall Semarang
      • Harco Mas Mangga Dua
      • ITC Cempaka Mas
      • ITC BSD
      • ITC Kuningan
      • ITC Depok
      • ITC Fatmawati
      • ITC Permata Hijau
      • ITC Roxy Mas
      • ITC Surabaya Mega Wholesale
      • Mal Ambasador
      • Mal Mangga Dua
    • Hotel, Resort, dan Golf
      • Damai Indah Golf – BSD
      • Damai Indah Golf – PIK
      • Grand Hyatt
      • Kota Bunga
      • Le Grandeur Jakarta
      • Le Grandeur Balikpapan
      • Palm Resort Johor (Malaysia)
      • Palm Spring Golf Batam
      • Sedana Golf Karawang
  • Jasa Keuangan : Sinar Mas Multiartha
    • Asuransi Umum: Asuransi Sinar Mas
    • Automotif Financing:
      • Sinar Mas Multifinance
      • OTO Multiartha
    • Perbankan: Bank Sinarmas
    • Sekuritas: Sekuritas Sinarmas
    • Asuransi Jiwa
      • Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG
      • Mega Life
    • Pengembangan Sinar Mas Multiartha
      • Job Search Portal : Jobstreet.co.id
      • Drinking Water: Super Wahana Tehno
  • Agribisnis dan Makanan
    • SMART Agribusiness and Food
    • Golden Agri Resources
  • Energi dan Infrastruktur
    • Sinarmas Energy and Mining
      • BIB Block (area proyek 24.100 ha)
      • KIM Block (area proyek 2.610 ha)
      • TKS Block (area proyek 11.455 ha)
    • Trading Energi : PT Rolimex Kimia Nusamas
    • Infrastruktur: PT DSSA Mas Sejahtera
      • Pengembangan Multimedia DSSA: PT Mora Quatro Multimedia
    • Power and Steam Generation
  • Sinarmas Pulp and Kertas
    • Bidang
      • Packaging
      • Paper
      • Tissue
      • Services: IMPERIA Printing & Packaging
    • Brand Terkenal
      • Bola Dunia
      • Mirage
      • Sinar Dunia
  • Telekomunikasi
    • Smartfren

No comments

Powered by Blogger.