Header Ads

JANE X: PLUTON CARNAGE – CHAPTER 4 (ORIGINAL SERIES)

 

5 

Fan fiction by: Dave Cahyo

WARNING: UNTUK DAPAT MEMAHAMI CERITA INI, KALIAN HARUS TERLEBIH DAHULU MEMBACA SERI JEFF THE KILLER YANG MEMUAT TOKOH JANE THE KILLER, YAKNI “VOW OF REVENGE” DAN “TRIUMPH OF EVIL”

***

 

“Gordonus! Gordonus!” panggil Alaric melalui radio.

“Ada apa?” tanya Marco.

“Aku tak bisa menghubungi Gordonus. Padahal aku mau memintanya mengirimkan citra infra merah dari kapal Reconquista untuk mencari tanda kehidupan di sana.”

“Mungkin dia mabuk gara-gara peyote itu.” ujar Marco, “Huh, benar-benar pilot yang tak bisa diandalkan.”

***

 

Nocturna berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Sudah sejam sejak kepergian Danis dan masih tak ada kabar darinya. Sinyal komunikasi tak ada yang berfungsi sehingga ia tak bisa mengontaknya.

“Tenanglah. Nocturna.” ujar Mara, “Danis pasti kembali.”

“Iya. Berhentilah mondar-mandir.” keluh Galanthis. “Aku pusing melihatmu.”

Nocturna menatap jejak kaki di depannya.

“Mr. B.” Panggil Nocturna.

“Ya, Nona? Kau butuh bantuanku?”

“Bisakah kau mengambil gambar jejak kaki di luar?”

“Tentu, Nona.”

Tiba-tiba muncul gambar hologram dari jejak kaki itu di hadapan Nocturna.

Nocturna kemudian memperbesarnya.

Ia langsung terperanjat.

“I ... ini tidak mungkin!”

***

 

“Ini mustahil!” ucap Danis ketika melihat jejak kaki itu dari dekat. Di sampingnya, hujan salju mulai mengamuk ketika angin dingin mulai bertiup.

Jejak ini bukanlah jejak sepatu.

Ini jejak kaki telanjang.

“Ma ... mana ada manusia yang bisa berjalan bertelanjang kaki di tempat seperti ini ...” Danis bergidik ngeri dan memutuskan untuk kembali ke kapal.

Namun tiba-tiba ia melihat sesuatu di tengah deru badai salju.

Sesosok bayangan berjalan ke arahnya.

Itu sosok manusia .... tanpa mengenakan satupun pakaian pelindung maupun helm.

Bahkan deraian rambutnya tampak berkibar tertiup angin.

Danis berlari makin cepat dan ketika menoleh ke belakang, ia melihat sosok itu mengejarnya.

“Tidak! TIDAAAAAAK!!!”

***

 

Terdengar suara bel yang keras.

“Syukurlah!” seru Nocturna sambil bangkit dari kursi pilot dan bergegas menuju ke pintu palka. Mara dan Galanthis mengikutinya dari belakang.

Sementara itu Kapten Abram membuka matanya.

“Nocturna ... tunggu .... jangan pergi ....”

Ia merasa seluruh energinya telah habis. Ia tak mampu bertahan lagi.

“Mr. B ...” panggilnya.

“Iya, Tuan ...” jawab komputer hologram itu.

“Sampaikan pesan terakhirku untuk Nocturna, putriku ....”

***

 

Nocturna segera berjalan menghampiri pintu palka; pintu yang menghubungi bagian dalam kapal dengan bagian luar. Hanya ada lubang kaca berdiameter 30 cm di sana. Ia melihat ada seseorang di sana. Yang terlihat hanyalah helm astronot di kaca itu, namun Nocturna tahu itu adalah Danis.

“Danis, syukurlah!” Nocturna berbicara dengan interkom, “Apa yang kau temukan? Segeralah masuk!”

Namun jemari Nocturna yang hendak menyentuh tombol untuk membuka pintu terhenti. Ia merasa ada sesuatu yang janggal.

“Danis,” ucapnya lagi melalui interkom, “Itu benar kau kan?”

“Apa yang kau lakukan, Nocturna?” tanya Mara heran, “Sudah jelas kan itu Danis? Aku bisa melihat wajahnya.”

Ya, Nocturna juga bisa melihat wajahnya. Namun itulah yang terlihat aneh.

Mata pemuda itu sama sekali tak berkedip. Ekspresi wajahnya tampak ketakutan. Mulutnya membuka.

“Danis?’ tanya Nocturna lagi, “Jawab aku!”

Yang terlihat hanyalah anggukan kepala pemuda itu beserta helmnya.

“Sudahlah, buka saja!” sergah Galanthis, “Dia bisa mati kedinginan di luar sana.”

“Tidak! Tunggu!” ujar Nocturna penuh kecurigaan, “Biarkan ia menjawabnya dulu. Ia bisa mendengarku, harusnya ia menjawabku!”

Nocturna mengamati apa yang ada di balik jendela itu, kemudian menyadari sesuatu yang menakutkan.

Danis sama sekali tak bernapas.

“I ... itu bukan Danis!” jerit Nocturna sambil mundur. “Kembali ke kokpit! Kembali ke kokpit!!!”

Suara Nocturna tanpa sengaja tersiar ke luar melalui interkom. Tiba-tiba wajah di luar jendela berganti menjadi wajah yang berpuluh-puluh kali lebih menakutkan.

Nocturna segera menyadari bahwa yang selama ini dilihatnya hanyalah kepala Danis yang telah terpenggal dan diacungkan di depan jendela. Menyadari penyamarannya terbongkar, sosok menakutkan itu membuang kepala Danis begitu saja dan menatap dalam-dalam melalui jendela.

Sosok itu sama sekali tak memakai helm. Rambutnya yang hitam acak-acakan dan dipenuhi butiran salju. Matanya melotot ... ah, tidak ... sejak awal matanya memang tak memiliki kelopak. Dan bibirnya ... bibirnya lebar hingga hampir merobek wajahnya. Senyumnya menjulur hingga menyentuh telinga.

Ia menyeringai ke arah mereka semua.

 

TO BE CONTINUED

No comments

Powered by Blogger.