CAPITAL OF COURAGE: TUGU PAHLAWAN, LAMBANG KEBERANIAN AREK SURABAYA
Nama Surabaya memang lekat dan identik dengan kata “pahlawan”. Tak heran, sebab salah satu perjuangan terbesar bangsa ini dalam mempertahankan kemerdekaan terjadi di kota ini ketika pertempuran legendaris 10 November terjadi. Dan nggak salah jika di bulan November ini gue mengulas tentang sejarah perjuangan arek-arek Surabaya melawan Sekutu yang terangkum di museum Monumen Pahlawan ini.
Monumen Pahlawan sangat mudah dicapai jika kalian kebetulan berkunjung ke Surabaya. Lokasi dimana monumen ini berdiri dulunya adalah pusat kekuasaan Belanda yang ditandai dengan berdirinya Palace of Justice atau gedung pengadilan pemerintah Hindia Belanda. Pada pertempuran 10 November, gedung ini hancur lebur dan dalam kondisi rusak parah. Karena itu diputuskan untuk mendirikan monumen peringatan atas gugurnya para pahlawan yang mengorbankan nyawa mereka dalam pertempuran itu di sini.
Masuk ke dalam kompleks Monumen Pahlawan *yang gratis, kecuali bayar parkir* kalian akan menemui gapura bertipe Bentar ini *ujungnya nggak nyambung di atas* yang simbolik ini. Sayangnya kesakralan gerbang ini dirusak oleh para penjaja kaki lima yang berdagang di sekitar gapura ini. Di sisi lain ada gapura-gapura berbentuk joglo, namun sayangnya pintunya tidak dibuka.
Ini mungkin sisa-sisa pilar gedung pengadilan Hindia Belanda yang di-salvage dan dikombinasikan dengan patung kedua proklamator kita, Soekarno – Hatta.
Gue suka banget ama grafiti ini.
Ini monumennya yang berbentuk lingga. Gue agak kaget pas liat pertama kali secara dekat, soalnya gue kira tugu ini bakalan lebih gede.
Ini adalah makam pahlawan tak dikenal yang gugur di sini.
Oya, bangunan piramida di belakangnya adalah museum. Gue masuk ke sini dan menemukan banyak koleksi menarik.
Ada foto Surabaya tempo doeloe. Sayang ya tremnya sekarang sudah nggak ada.
Duh kapan ya sungai di Surabaya jadi sarana transportasi lagi, soalnya macetnya minta ampun di sini kalo sore, dah kek Jakarta.
Diorama Bung Tomo lengkap dengan pidatonya yang amat menginspirasi.
Gambaran Pertempuran 10 November 1945. Yang dahsyat guys, gue pernah baca kalo selama Perang Dunia II, Sekutu sama sekali nggak pernah kehilangan satupun jenderalnya dalam pertempuran. Namun dalam pertempuran Surabaya ini, dua jenderal Sekutu gugur. Bisa kalian bayangkan betapa sengitnya perlawanan yang dilancarkan arek-arek Surabaya kala itu untuk mempertahankan kemerdekaan kita.
Ini lantai duanya. Terlihat banget desain museum ini yang kental dengan nuansa modern.
Berbagai peninggalan masa perang seperti tas Palang Merah, keris yang ternyata juga digunakan pada saat pertempuran 10 November, dan ketapel (dipake juga dalam pertempuran, nggak bisa bayanginnya gue). Baru tau gue ketapel yang selama ini dipake buat maling mangga tetangga ternyata juga dipake dalam perjuangan kemerdekaan.
Gue merenung sebentar melihat helm tentara ini. Nggak bisa bayangin guys, perasaan si tentara ini saat berjuang hidup dan mati. Kalo gue dah keder lah.
Ada radio tua dan senjata api.
Ngobrolin sedikit tentang Jenderal Mallaby yang terbunuh di Pertempuran 10 November, gue masih ingat dia dimakamin di Pemakaman Ereveld di Jakarta *soalnya gue pernah ke sana* Ini adalah foto terkenal yang menunjukkan mobil Jenderal Mallaby saat terbunuh, lokasinya di Jembatan Merah. Semboyannya berkesan banget. Jadi bayangin kalo di zaman 45 dulu, bangsa kita sudah terpelajar dengan paham bahasa Inggris dan dipakai untuk menunjukkan niat kita untuk merdeka kepada bangsa lain, bukan buat gaya-gayaan kayak zaman sekarang *gue juga ding hehe*
Patung yang menggambarkan perjuangan para pahlawan. Lebih impresif lagi sih kalo diliat dari lantai atas.
Usai sudah acara jalan-jalan kali ini. Banyak yang bilang di Line kalo daripada mengenang mantan, lebih baik kita mengenang saja jasa-jasa para pahlawan kita. I can’t agree more guys, setuju bingitz, soalnya ya iyalah jasa para pahlawan lebih gede, nggak cuman buat kita, tapi seluruh bangsa ini. Tanpa perjuangan dan pengorbanan mereka, mana bisa kita bisa sekolah, kuliah, ataupun kerja seperti sekarang ini. Boro-boro sekolah, mungkin kita masih jadi korban tanam paksa ya kalo kita masih dijajah Belanda.
Jadi, walaupun klise, isilah kemerdekaan yang sudah susah payah dicapai dengan darah para pahlawan dengan hal-hal yang bermanfaat. Jangan cuman ngeluh kurikulum 2013 aja, orang zaman dulu hidupnya lebih keras. Sekolah cuman sampai SD doang, itupun mereka nyatet pake batu tulis yang nggak bisa disimpen catetannya, alias kudu dihapal, abis itu diapus lagi buat nulis catatan baru. Bisa bayangin nggak tuh susahnya gimana? Itu masih ditambah lagi mereka kudu mengangkat senjata buat ngusir penjajah, sedangkan generasi muda sekarang upacara panas dikit aja ngeluh. Gimana mau maju bangsa kita?
No comments