Header Ads

Fenomena Reformasi

Fenomena Reformasi 
Fenomena Reformasi

Dalam paradigma keadaan publik, dinamika reformasi di era transisi demokrasi Indonesia, telah menunjukan adanya fenomena sosial politik yg patut utk direnungkan dan selanjutnya utk dicari pemecahannya, yaitu :

pertama, bagi masyarakat bawah, reformasi memiliki makna yg sangat jauh berbeda dgn apa yg dipikirkan umum ttg nilai normatifnya. Reformasi bagi masyarakat kecil hanyalah sebuah pertanda zaman naiknya tarif dasar listrik, naiknya biaya pendidikan, naiknya harga bbm dan semacamnya. padahal yg mereka ingin dr reformasi ini adalah hidup tenang dan papan, pangan serta sandang yg tercukupi. fenomena ini merupakan reformasi dalam persimpangan makna, inilah perbedaan makna-tanda reformasi yg dialami dan dirasakan oleh masyarakat. makna reformasi menjadi bias dan baur dalam pandangan dan persepsi masyarakat.

kedua, adanya gerak reformasi di persimpangan jalan merupakan indikasi bahwa reformasi tidak bisa dipahami oleh masyarakat bahkan elit politiknya. ini diwujudkan dgn bermunculnya berbagai kebijakan politik atau sikap politik yg tidak serta merta dengan perilaku budaya politik yg dikritiknya sendiri. keberanian dlm mengkritik KKN, tidak sama maknanya dan tidak harus bermakna bahwa perilaku politik elit tersebut bersih dari KKN. "Maling teriak maling" inilah ungkapan yg tepat utk mendeskripsikan fenomena ini. ini adalah sebuah paradoks kebijakan publik yg membudaya di negeri ini.

ketiga, euforia politik masyarakat dalam merespon gerakan reformasi tanpa dilandasi kesadaran terhadap keadaban publik, hanya akan melahirkan ambisi politik yg berujung pd krisis kepemimpinan nasional.Titik ujung dari ambisi politik sekelompok dr masyarakat akan melahirkan adanya ambisi politik secara kolektif. obsesi politik merupakan gejala berpolitik seolah-olah benar dan nyata, seolah-olah berperilaku demokrasi padahal yg terjadi adlah perilaku anarki dan arogan.

keempat, dlm masyarakat yg sedang mengalami euforia politik, mk nilai keadaban publik menjadi sesuatu yg asing dalam dirinya. dlm konteks ini, hal trsbut menunjukan betapa semakin beratnya proses reprivacy public. Artinya, masalah publik dan inventaris kekayaan publik dijadikan komoditas utk kepentingan kelompok atau kepentingan pribadinya.
masalah pembentukan panitia kerja, rapat konsultasi, pembahasan berbagai rancangan undang-undang dan sbgnya, hanyalah utk memperpanjang agenda kegiatan wakil rakyat demi memperpanjang sumber-sumber insentif pribadi maupun golongan dr khas negara yg dianggapnya harta tak bertuan.

kelima, pd konteks munculnya reprivacy publik, nilai kebangsaan atau nasionalisme mnjd termarjinalkan dlm keadaban bangsa. Indonesia mnjd asing dlm jiwa dan pikiran masyarakatnya. setiap individu hanyalah menikmati ambisi individualistisnya masing-masing tnp memperdulikan keadaban publik yg berlaku.

Fenomena Reformasi

(opini ini ditulis setelah mendengar orasi ilmiah bude "wong cilik" yg kecewa dgn nilai-nilai reformasi yg menurutnya telah kehilangan esensinya pada minggu,27 april 2014 di warung demokrasi bude)

Salam,
Mahasiswa di persimpangan jalan Fenomena Reformasi

No comments

Powered by Blogger.