JEFF X: THE RISE OF HOMICIDAL LIU – CHAPTER 02 (ORIGINAL SERIES)
DISCORD
Copyright by: Dave Cahyo
2015, SACRED HEART HOSPITAL
“Aaaaaargh!!! Aaaaargh!!!” jeritan seorang perempuan terdengar dari balik korden yang membatasi bilik yang ditempati Liu dengan tempat tidur di sampingnya.
“Nona? Apa Anda tidak apa-apa?” tanya Liu sambil bangkit dari tempat tidurnya.
Ia dengan kepayahan berusaha berjalan (koma selama seminggu membuat otot kakinya terasa lumpuh). Namun setelah beberapa saat, ia bisa membiasakan diri. Dengan perlahan ia mendatangi ranjang itu.
“Nona, apa kau ingin kupanggilkan suster?” Liu menyibak tirai dan melihat gadis seumuran SMA terbaring memegangi perutnya.
“Pergi kau! Pergi!!!” gadis itu malah menjerit dengan marah begitu melihat Liu.
“Nona, aku hanya ingin membantumu ...”
“PERGI!!!” gadis itu bahkan melemparkan gelas yang berada di samping tempat tidurnya ke arah Liu. Beruntung, pemuda itu dengan gesit menghindar. Gelas itu segera pecah berkeping-keping setelah menghantam dinding.
“A ... aku akan meminta suster membantumu ...” Liu masih ingin menolong gadis, walaupun ia telah berlaku kasar padanya. Dengan kepayahan, Liu berjalan keluar, mencoba untuk mencari perawat.
Ia tiba lorong dan mulai merasa ketakutan. Lorong rumah sakit itu sangat sepi dan gelap, bak setting sempurna bagi sebuah film horor. Bahkan di antara kamar-kamar di lorong ini, hanya kamarnya saja yang lampunya masih menyala. Liu berjalan sambil bersandar ke dinding untuk mencari penghuni rumah sakit yang lainnya.
“Sepi sekali rumah sakit ini ...” Liu kembali teringat cerita teman-temannya masa kecil tentang rumah sakit Sacred Heart yang berhantu. Rumah sakit tua ini lama-lama kurang populer karena ada rumah sakit baru yang lebih besar dibangun di kota. Liu berpikir, mungkin karena itu rumah sakit ini kini bangkrut dan kehilangan banyak pasien.
Liu akhirnya mendengar suara dan mencoba mengikutinya. Terlihat cahaya dari sebuah ruangan dengan tulisan “Kamar Bedah” di pintunya.
Ia mendengar suara dua orang lelaki sedang bertengkar di dalamnya.
“Aku tak bisa membantumu!” seru seorang pria, “Kau terkena luka tembak, aku harus melaporkanmu ke polisi!”
“Jangan! Aku adalah anggota geng. Aku bisa membayarmu agar tidak memberi tahu polisi, Dok!”
“I ... ini ... apa semua berlian ini asli?” pria yang dipanggil dokter itu bersuara.
“Ya, ini semua asli. Sebagian akan kuberikan padamu jika kau mau tutup mulut. Keluarkan saja peluru ini dari tubuhku!”
“Ta ... tapi, Dokter Steele!” Liu mengenali suara itu sebagai milik Eva, “Anda tak bisa melakukannya! Berlian itu pasti hasil curian! Anda harus memberi tahu polisi tentang ini!”
“Diamlah Eva! Jika kau bilang pada polisi, aku akan langsung memecatmu dan takkan memberikan uang pesangonmu! Ingat itu!”
Tiba-tiba seutas tangan menepuk pundak Liu. Liu terkejut dan hampir jatuh.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya suster itu. Liu membaca nama yang tertera di seragamnya sebagai “Barbara Walters”.
“Tidak apa-apa, Suster Walters ... hanya saja, gadis di ruanganku terus merintih kesakitan.” Jawab Liu.
“Penelope? Yah, kurasa jahitan di perutnya terlepas lagi.” kata suster itu, “Ayo, kuantar kembali ke kamarmu.”
Liu menoleh sebentar ke pintu kamar bedah itu. Ia ingin menolong Eva, namun apa boleh buat. Ada baiknya ia tak ikut campur dengan masalah seperti itu. Biar nanti saja ia melaporkannya kepada Marshall jika ia menjenguknya.
“Gadis di kamarku itu ... apa dia baru saja menjalani operasi caesar?” Liu memberanikan diri bertanya dalam perjalanan kembali ke kamarnya.
“Siapa? Penelope? Ya ... Dr. Alice Steele, kepala rumah sakit kami yang mengoperasinya.”
“Alice Steele?” pikir Liu. Nama belakangnya sama dengan dokter pria di dalam kamar bedah tadi. Apa mungkin dia istrinya?
“Wah, saya ikut senang mendengarnya.” kata Liu, “Apakah bayinya sehat sekarang?”
Ia mendengar suara tawa Suster Walters, “Bayi? Ia tidak menjalani operasi caesar untuk melahirkan, Anak Muda. Ia mengeluarkannya untuk mengaborsinya.
Liu tersentak mendengar penjelasan itu. Ia bahkan menghentikan langkahnya di ambang pintu dan membiarkan Suster Walters masuk sendirian.
Ada yang tidak beres dengan rumah sakit ini. Ada anggota geng, lalu aborsi ...
Tiba-tiba terdengar jeritan Suster Walters dari dalam ruangan. Liu bergegas masuk.
“Ada apa? Astaga ...” wajah Liu memucat ketika melihat pemandangan yang tersaji di hadapannya.
Gadis yang berada di sampingnya tadi, Penelope, terbaring berlumuran di dekat pintu. Tangan kanannya memegang pecahan beling dari gelas kaca yang tadi ia pecahkan, sedangkan tangan kirinya ... ada luka sayatan lebar dengan darah mengucur deras tak terbedung.
“Astaga ...” jerit Suster Walters, “Ia bunuh diri!”
2465 AD, KAPAL GENESIS
Liu jatuh berlutut begitu hampir sampai di pintu palka.
“Kau baik-baik saja!” Nova segera membantunya.
“A ... aku ingat sesuatu ...”
“Ayo, kita harus cepat pergi!!” Nova membantu memapah Liu menyusul yang lainnya.
“Apa semuanya sudah keluar?” teriak Dax dengan panik.
“Kurasa begitu.” seutas suara menjawab.
“Baiklah,” kata Dr. Theana, “Tutup pintu palkanya, Dax!”
Terdengar suara berdentum ketika pintu palka ditutup dan seketika itu juga, lampu menyala.
“Astaga!” Dr. Theana baru tersadar, “Dimana Sersan Gabri?”
Semua orang menoleh. Mereka baru menyadari tentara itu tak lagi bersama mereka.
“Bukankah dia tadi ada di belakang kita?” kata Liu.
“Dia tentara! Mana mungkin ia seceroboh itu sampai tertinggal?” tanya Icarus.
“Ki ... kita harus kembali menolongnya!” seru Nova.
“Percuma! Setelah pintu palka ini ditutup, maka seluruh saluran komunikasi dan pasokan oksigen ke bagian itu akan terputus secara otomatis. Jika ia masih di sana, bisa dipastikan ia sudah tewas!” kata Dax.
“Tapi Nova benar, kita harus ...” kata Dr. Theana.
“Percuma, Dokter! Kita akan mengambil mayatnya ketika kita tiba Europa bersama jenazah Nixa.” Terasa nada kegetiran di dalam suara Dax ketika menyebut nama gadis yang baru saja meninggal itu. Ia berjalan melewati mereka semua dengan sikap dingin.
Mereka semua kemudian masuk ke dalam sebuah ruangan yang seluruhnya putih. Ada kursi-kursi empuk di sana. Dari jendela, Liu baru meyakini dimana mereka berada sekarang.
Ia berada di luar angkasa.
Liu melihat meteor-meteor sebesar rumah berterbangan di luar dan dari kejauhan ia melihat sebuah planet berwarna hijau: Jupiter.
“Astaga.” bisik Liu.
“Salah satu asteroid itu tadi yang menabrak kapal kami.” Nova menjelaskan, “Karena itu kapal kami mengalami kerusakan. Namun kita akan segera sampai di Europa, jangan khawatir.”
“Dr. Theana ... Dr. Theana ...” terdengar suara robot. Liu menoleh dan hampir tertawa. Ia melihat sebuah robot berbentuk bulat putih yang mengingatkannya dengan Marvin dari film “Hitchhiker’s Guide to the Galaxy”.
“Kapten Dranagon sangat mencemaskan Anda. Bagaimana kondisi para penumpang, Dokter?” tanya robot itu.
Dr. Theana menghela napasnya, “Maafkan aku, Robot Alpha. Ada dua korban meninggal. Nixa dan Sersan Gabri. Kami tak bisa menyelamatkan mereka.”
“Kapten pasti akan kecewa mendengarnya.” kata Robot Alpha.
“Tunggu!” seru Princess Aurora, “Bukankah itu alat teleportasi?”
Liu melihat ke arah yang ditunjuk Princess Aurora. Alat itu tampak seperti ruangan kaca berbentuk tabung.
“Ya, benar. Tapi alat itu hanya bisa digunakan dalam keadaan darurat.” kata robot itu.
“Apalagi keadaan yang lebih darurat ketimbang ini?” jerit perempuan itu, “Aku akan kembali ke Venus dengan alat itu!”
“Tunggu! Kau tak bisa melakukannya!” seru Dr. Theana.
“Jangan dekati aku!” Princess Aurora tiba-tiba mengacungkan senjata.
“I ... itu senjata Sersan Gabri. Darimana kau mendapatkannya?”
“Aku mencurinya tadi saat kalian semua panik ... Sekarang jangan coba-coba mendekat!”
Tak ada yang berani mendekati Princess Aurora dengan senjata di tangannya. Ia berjalan mundur ke tabung tersebut dan menyalakannya. Ia segera masuk dan tertawa di dalamnya.
“Hahaha ... aku akan segera bebas dari sini!”
Cahaya yang sangat terang terpancar dari alat itu ketika Princess Aurora mengaktifkan alat itu. Cahaya itu menyilaukan mata mereka semua, sehingga Liu-pun terpaksa memejamkan matanya. Nova membuka matanya dan menjerit. Liu akhirnya mengerti apa yang membuat gadis itu menjerit.
Tubuh Princess Aurora memang berteleportasi, namun tidak semua. Kulit dan baju wanita itu kini teronggok di lantai tabung itu, sementara tulang dan organ dalamnya mungkin telah berpindah ke tempat lain.
Dia sudah tewas.
2015, SACRED HEART HOSPITAL
“Penelope pasti bunuh diri karena merasa berdosa telah mengaborsi bayinya.” Eva menjelaskan. “Jenazahnya telah dipindahkan ke kamar mayat.”
Liu masih terbaring di atas tempat tidurnya, “Mengerikan sekali. Apa benar ia bunuh diri?”
“Memangnya kenapa, Liu?”
“Tadi kulihat ia kesakitan sekali. Apa mungkin ia repot-repot beranjak dari atas kasurnya untuk menggapai kaca itu kalau hanya untuk bunuh diri. Ada jendela di sana, ia bisa lompat. Kecuali ...”
“Kecuali apa?”
“Kecuali ada yang mengejarnya lalu membunuhnya dengan pecahan kaca itu.”
Eva hanya tertawa mendengar penuturan Liu, “Kau harus bersantai sedikit, Liu. Aku tahu selama ini kau dihantui oleh Jeff The Killer, namun kakakmu sudah mati. Kau harus bisa menerimanya.”
Perkataan Eva ada benarnya, pikir Liu. Apa ia tak bisa menerima kematian kakaknya? Ia merasa setelah Jeff mati, ia tak punya lagi tujuan hidup.
“Sekarang aku harus pergi, Liu. Aku masih ada pasien satu lagi yang harus aku urus.”
“Pasien satu lagi?” bisik Liu dalam hati, “Tunggu! Bukan anggota geng itu kan? Itu berbahaya, Eva ... tunggu ...” Liu mencoba bersuara, tapi tenggorokannya amat kering. Matanya sangat mengantuk ...
“Kenapa ini ... kenapa aku tak bisa membuka mataku ...”
2465 AD, KAPAL GENESIS
“Kau pusing lagi?” tanya Nova.
Liu mengangguk, “Selalu seperti ini saat aku mengingat sesuatu.”
“Paling tidak ingatanmu mulai kembali. Kau lebih beruntung daripada anak itu.” Nova menunjuk ke arah Hikaru, “Dia sama sekali belum mengingat apapun. Omong-omong apa yang kau ingat, Liu, kalau aku boleh tahu?”
“Seorang gadis bernama Eva. Aku mengenalnya, yah, sekitar 450 tahun lalu, jadi mungkin dia sudah lupa denganku.” Liu mencoba tertawa dengan pahit. Entah mengapa, dimanapun ia berada, selalu saja ada kematian beruntun, termasuk di kapal luar angkasa ini. “Bolehkah aku bertanya sesuatu, Nova?”
“Apa?”
“Kenapa aku bisa ada di sini?”
Nova menjelaskan, “Apa kau ingat perusahaan bernama CORPSE, Liu?”
“Perusahaan rekayasa genetika raksasa itu? Tentu saja, ayahku bekerja di sana dulu.”
“Ya, ayahmu adalah pegawai penting di perusahaan itu. Sebelum ia meninggal, ia membuat wasiat untuk mengawetkan tubuhmu dan tubuh adikmu, Jeff, dalam peti cryogenic agar bisa dibangkitkan di masa depan.”
Jeff?” nama itu kembali terngiang di kepalanya, namun Liu sama sekali tak ingin membicarakannya. “Lalu Bumi, apa yang terjadi dengan rumahku?”
“Banyak hal yang terjadi selama kau tertidur, Liu.” Nova berkata dengan nada sedih, “Dunia terlibat perang hebat, Perang Dunia III, antara Eropa dan Amerika melawan Asia.”
“Perang? Bagaimana hal itu bisa terjadi?”
“200 tahun setelah kau tertidur, Korea Utara menyerang Korea Selatan dengan senjata nuklir. Ilmuwan KAIST dibantu dengan sekutu mereka dari Amerika dan Eropa menyerang balik dengan senjata mutakhir mereka, penemuan baru yang disebut Chronos.”
“Chronos? Itu nama ayah Dewa Zeus, Poseidon, dan Hades yang menelan anak-anaknya sendiri di mitologi Yunani bukan?’
Nova mengangguk, “Kau tahu banyak tentang mitologi. Nah, Chronos seperti namanya, adalah penelan, pemakan segalanya. Dengan kata lain, ia adalah lubang hitam.”
“Lubang hitam?” Liu terkejut.
“Namun hanya dalam skala kecil, sebuah micro-portal mereka menyebutnya. KAIST membuatnya untuk tempat pembuangan bahan-bahan radioaktif berbahaya, sebab pada dasarnya black hole adalah sebuah lubang tak berujung. Awalnya mereka menggunakannya untuk menyelesaikan berbagai masalah lingkungan, namun pada akhirnya mereka menggunakannya sebagai senjata.”
“Lalu?”
“Lalu, kesalahan terjadi. Chronos dikendalikan dengan alat yang disebut ‘medali’ yang diluncurkan melalui sebuah satelit. Namun mereka salah sasaran dan justru menyerang Shenyang, sebuah kota di Cina yang letaknya sangat dekat dengan Korea Utara. Sekitar 10 juta penduduk yang tak tahu apa-apa lenyap dan tewas akibat kejadian itu.”
“Astaga?”
“Awalnya Cina yang telah menganut paham demokrasi sama sekali tak mau ikut campur dalam Perang Korea. Namun karena ancaman itu, negara-negara Asia merasa perlu bergabung untuk menghadapinya. Mereka takut senjata seampuh itu akan digunakan Barat untuk menyerang mereka. Kubu Barat awalnya menang karena memiliki persenjataan canggih, namun ...”
“Kurasa kubu Asia kemudian unggul,” Liu berhipotesis, “Sekitar 5/6 penduduk dunia tinggal di Asia. Tentara Barat pasti kalah jumlah. Lalu siapa yang menang?”
Nova menggeleng, “Tak ada yang menang. Perang kecil antara Korea Utara dan Selatan akhirnya berkembang menjadi perang dahsyat dalam skala global. Seluruh persenjataan yang ada di bumi digunakan, termasuk nuklir. Seluruh bumi tenggelam, belum lagi ancaman radiasi nuklir. Hanya sedikit manusia yang selamat dan mereka mengungsi ke Tibet. Lagipula saat itu koloni Bulan, Mars, dan Venus sudah didirikan, jadi yang selamat tinggal bermigrasi ke sana."
“Benar-benar masa depan yang mengerikan.” Liu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Nova, Kapten memanggilmu!” robot yang tadi muncul kembali keluar dari kokpit untuk memanggil Nova. Dr. Theana sudah lebih dulu masuk ke sana.
Liu kemudian mengalihkan perhatiannya pada pemuda bernama Icarus yang tengah jongkok di depan mesin teleportasi.
“Apa yang sedang kau lakukan?”
“Kau takkan mengerti.” kata Icarus tanpa berbalik, “Mesin ini ada 200 tahun setelah masamu. Jadi kurasa kau takkan mengerti jika kujelaskan tentang alat ini.”
“Bagaimana kau tahu kalau aku dari masa lalu?” Liu penasaran.
“Dari bajumu. Itu sudah kuno sekali. Apalagi syal-mu, huh! Dan cara bicaramu saat kau terbangun pertama kali tadi, kau berbicara Bahasa Inggris. Bahasa itu sudah lama sekali punah. Dan Dr. Theana itu, dari namanya aku juga tahu dia berasal dari Koloni Bulan. Huh ... orang-orang yang membosankan.”
“Darimana kau tahu?” Liu masih heran.
“Theana adalah variasi dari Theia, ibu Selena, Dewi Bulan. Thea, Theia, Theana, Selena, Serena, Luna ... semuanya nama-nama yang biasa dipakai orang Bulan.”
Liu tertawa, “Apa kau detektif?”
“Ya, semacam itu.” Icarus menoleh dan mengajaknya, “Ayolah, akan kujelaskan tentang alat ini.”
Liu mendekati pemuda itu.
“Lihat bar ini?”
“Ya, seharusnya ada 5 bar di sana, tapi cuma ada 4.” Liu teringat bar sinyal yang biasa ada pada hapenya.
“Ini menunjukkan baterai maksimum alat teleportasi ini. Kau tahu apa artinya ini?”
“Ada seseorang yang menggunakannya sehingga energinya berkurang?”
Icarus tampak terkejut, “Kau sangat cerdas. Tepat sekali! Ada yang menggunakannya.”
“Lalu?”
“Sudah kubilang kau takkan mengerti. Seharusnya alat ini hanya digunakan untuk kondisi darurat untuk evakuasi bila pesawat ini benar-benar akan hancur. Sebelum lepas landas, harusnya energinya sudah diisi penuh. Aneh sekali jika sudah ada yang menggunakannya. Dan ada lagi.”
Icarus membuka sebuah panel dan menyingkapkan kabel-kabel di dalamnya.
“Kabel-kabel itu ada yang putus.” kata Liu heran.
“Yup, ada yang sengaja memotongnya agar alat teleportasi ini tak berjalan semestinya.”
“Ada yang menyabotasenya maksudmu? Apa kau yakin itu bukan gara-gara hantaman meteor tadi?”
Icarus menggeleng, “Potongannya terlalu rapi. Potongannya sama dengan potongan di kabel oksigen yang terhubung dengan peti Nixa tadi.”
“A ... apa kau mencoba mengatakan bahwa ....”
“Ya. Ini bukan kecelakaan!” bisik Icarus supaya tak ada yang mendengar percakapan mereka, “Mereka dibunuh!”
Sementara itu seseorang menoleh, menyadari percakapan mereka.
Ia harus bergerak cepat sebelum identitasnya terbongkar.
TO BE CONTINUED
No comments