GERONIMO : Pejuang Terakhir Suku Indian Melawan Penjajah Amerika - Meksiko
Geronimo, Chiricahua Apache leader, 1898 |
Geronimo. Keinginannya cukup sederhana, kembali ke tanah Arizona. “Kami tidak pernah meminta semua tanah yang pada awal adalah milik kami, kami hanya ingin kembali ketanah indah dimana kami bisa bercocok tanam. Tidak ada tanah seperti Arizona,” kata Geronimo dari tempat penahanannya di Fort Sill Military reservation, Oklahoma, Amerika Serikat pada tahun 1905 (Barrett 1906, p. 213-216).
Geronimo lahir di No-doyohn Canon, Arizona, pada Juni 1829 sebagai seorang Indian Apache. Darah kepala suku Apache diwariskan dari kakeknya, Maco, yang menjadi pemimpin Apache suku Bedonkohe. Saat itu wilayah yang dikuasai oleh Indian Apache meliputi Barat Daya New Meksiko, Barat Daya Arizona dan sebelah Utara Negara Meksiko termasuk kawasan Sonora dan Chihuahua.
Geronimo besar dilingkungan yang sangat kuat nilai-nilai penghormatan dan kecintaan terhadap tanah pertiwi. Orang Indian Apache menganggap tanah adalah wanita, karenanya Bumi bagi orang Apache adalah Ibu (Opler 1941, p. 194). Pada usia 17 tahun, ditahun 1846, Geronimo bergabung dengan dewan prajurit dimana ia akan memiliki kesempatan besar untuk berlaga dimedan perang membela tanah dan kehormatan sukunya.
Kesempatan pertamanya bertempur terjadi pada tahun 1858. Saat itu pasukan patroli Meksiko menyerang sukunya di sebuah kota kecil di Meksiko, yang orang Indian juluki sebagai Kas-ki-yeh, dalam perjalanannya menuju Kota Sonora, Meksiko. Cochies, kepala suku dari suku Chiricahua Apache, kemudian memberinya senjata dan beberapa pejuang untuk membalas dendam.
”Suku saya telah banyak mati ditanah itu, dan saya juga akan mati disana jika diperlukan tapi yang jelas kami tidak akan pernah meninggalkan tawanan,” kata Geronimo dalam pengakuannya kepada penulis buku Geronimo’s story of his life. Pembalasan awal Geronimo pada akhirnya dikenal sebagai Tragedi Pembantaian Kas-ki-yeh.
Sejak saat itu, pertempuran Geronimo melawan pasukan Meksiko terus meluas, hingga ia juga menyerang pasukan ‘seragam biru’ Amerika Serikat. Geronimo kemudian menjadi buron bagi dua negara; Meksiko dan Amerika Serikat. “Ketika pagi datang, kami melihat jauh kebawah perbukitan dan melihat pasukan Meksiko bersama dengan pasukan Amerika datang bersamaan mengepung kami,” kata Jason Betzines, Indian Amerika yang pernah bergabung dalam kelompok Geronimo, pada bukunya berjudul I fought with Geronimo (Betzinez & Nye 1959, p. 74).
Geronimo (Goyaałé), kneeling with rifle, 1887 |
Menurut The History Channel, Pertempuran Geronimo baru berakhir sepenuhnya setelah 28 tahun kemudian, tepatnya pada 5 September 1886, saat ia menyerah kepada Brigadir Jenderal Nelson, A. Miles. Penangkapan pemberontakan oleh Geronimo setidaknya melibatkankan tidak kurang dari 5 ribu tentara untuk memburunya dan begitu banyak ahli pengirim pesan dari gunung ke gunung (Debo 1976, p. 3).
Dengan demikian, Geronimo adalah pejuang terakhir Suku Indian yang takluk di bawah kekuasaan AS. Penyerahan ini pun mengakhiri masa Perang Suku Indian di kawasan barat daya negeri itu.
Penyerahan itu membuat Geronimo dan Suku Apache terusir dari wilayah mereka dan dipindahkan ke Florida, serta kemudian Alabama. Keturunan Suku Apache pun dipindahkan lagi ke wilayah konservasi di Comanche dan Kiowa, Oklahoma. Di sana, Geronimo menjadi petani dan memeluk agama Kristen.
Kendati berstatus tahanan perang, Geronimo berkali-kali menerima undangan dari pemerintah AS, termasuk menghadiri pelantikan presiden baru Theodore Roosevelt pada 1905. Namun, sejak menyerah, Geronimo tidak diperbolehkan mengunjungi tanah leluhurnya
Sebuah perburuan terbesar untuk menangkap pelanggar hukum dalam sejarah Amerika Serikat saat itu. Geronimo meninggal pada usia 80 tahun karena sakit pneumonia. Dia tidak dimakamkan ketanah yang diperjuangkan dan diimpikannya, Arizona.
Kepala Suku Indian Apache, Geronimo (kanan) |
Geronimo yang aslinya pahlawan Suku Indian, digunakan sebagai nama kode operasi penyergapan Osama bin Laden. Indian tersinggung, namun tak terkejut.
“Menyamakan Geronimo dengan Osama bin Laden memang menyakitkan dan menyinggung suku kami. Tapi kami sudah lama ditekan, jadi sudah tak menjadi masalah lagi,” ujar Leon Curley, veteran marinir yang keturunan Suku Indian Navajo.
Kepala Suku Fort Sill Apache tempat Geronimo berasal, Jeff Houser, menyurati Presiden AS Barack Obama mengenai hal ini. Ia berpendapat, pemilihan nama Geronimo untuk operasi penyergapan Osama merupakan salah kaprah budaya yang masih berlangsung.
“Kami yakin penggunaan ini karena kesalahpahaman. Terutama dari perspektif sejarah karena Geronimo berjuang melawan pemerintah AS dan Meksiko,” ujarnya.
Dalam kultur pop Amerika saat ini, saat melompat banyak yang meneriakkan kata “Geronimo!” Teriakan tersebut menjadi motto dan slogan dari resimen 501st Parachute Infantry, batalion parasut pertama AS saat Perang Dunia.
Pada 1940-an, serdadu paratroopers di Fort Benning ini menyaksikan film mengenai Geronimo. Di film itu, aktor yang memerankan Geronimo meneriakkan namanya saat melompat dari tebing ke sungai di bawahnya.
Aksi meneriakkan nama ini meniru Geronimo sebenarnya saat melompat dari Medicine Bluff ke Medicine Creek. Seorang serdadu bernama Aubrey Eberhardt diketahui pertama kali menggunakannya, agar saat melompat dari pesawat ia terbukti tak takut. Akhirnya, teriakan nama Geronimo identik dengan segala macam lompatan tinggi di AS.
Harapan, Perjuangan, dan Kegetiran Hidup
“Di hadapanku, berdiri kokoh seorang lelaki dengan mata berwarna gelap. Tatapan matanya tajam, mencerminkan keteguhan batu karang. Apapun yang dilakukan dalam hidup kesehariannya diperhitungkan dengan teliti dan didasarkan pada suatu tujuan yang jelas: mencari kemerdekaan”.
Kata-kata di atas merupakan terjemahan bebas dari catatan harian seorang negosiator dari pemerintah AS yang berhadap-hadapan langsung dengan Geronimo pada pertengahan tahun 1880-an. Opsir itu merasakan kekuatan dan charisma dari seorang tokoh sejarah yang telah mencatatkan diri sebagai orang yang paling dicari dalam sejarah konflik antara pemerintah Amerika Serikat dengan kaum Indian. Dialah sosok Geronimo – pemimpin suku Apache yang serba bisa: sebagai tabib, motivator ulung bagi kelompoknya, ahli strategi, dan penjelajah alam untuk mempertahankan hidup orang-orangnya di alam bebas yang kadang terlalu ganas. Sosok Geronimo tidak bisa dibilang sukses dalam perjuangannya. Kegagalan demi kegagalan telah dia alami. Penyerahan diri kepada pemerintah berujung pada kekalahan total. Orang-orang suku Apache mendapat lebih banyak dampak buruk daripada keuntungan dari kehebatan dan keberanian seorang Geronimo. Sebagai bentuk hukuman, orang-orang suku Apache harus menjalani pengasingan di Florida. Iklim tropis dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk-nyamuk yang membawa malaria, dan beragam penyakit tropis lain yang tidak pernah mereka alami sebelumnya telah melemahkan tubuh orang-orang Apache ini. Hanya dalam hitungan kurang dari tujuh bulan, sudah ada 18 – 23 orang Apache dalam pengasingan ini menghembuskan nafas terakhir. Sebagai kelompok yang diasingkan, kematian macam ini menjadi tanda kehancuran dan kegagalan.
Kegagalan tampaknya terlalu akrab dengan orang-orang Apache ini. Bahkan ketika mereka dipindahkan ke Alabama, tempat dengan iklim yang lebih bersahabat sekalipun, mereka masih tetap harus menderita. Berbagai penyakit menggerogoti mereka dan memakan korban. Beragam penyakit alamiah di tanah Alabama yang jauh lebih hangat dan lembab dibandingkan dengan tempat alamiah mereka sekali lagi membawa kematian demi kematian baik bagi anak-anak maupun bagi kaum dewasa dari suku Apache terhukum ini. Selain jatuhnya korban nyawa akibat sulitnya beradaptasi dengan lingkungan baru, mereka pun harus membuang jauh-jauh impian mereka. Kebebasan bergerak di alam bebas di tanah nenek moyang mereka tidak pernah lagi mereka cicipi.
Dua puluh tahun sesudah penyerahan diri Geronimo tampak makin renta. Dia tidak lagi menjadi sosok ganas yang berapi-api dalam memotivasi orang-orangnya untuk mengangkat senjata dan melawan pemerintah. Namun sorot matanya tetap tajam, menyiratkan harapan dan kepercayaan diri. Upaya bertemu presiden Roosevelt pada awal 1900-an dapat tercapai, setelah bertahun-tahun dia mengubah sikap pemberontak dalam hatinya. Dia menjadi orang tua yang santun dan bijaksana. Namun, sekali lagi, tampaknya kegagalan memang terlalu akrab bagi sosok Geronimo ini. Sekali lagi, satu permintaan terakhir dari orang tua renta ini sama sekali tidak terpenuhi. Keinginannya untuk berkuda di tanah leluhurnya, dan mati serta dikuburkan di antara gunung-gunung yang telah ribuan tahun bersahabat dengan nenek moyangnya tidak pernah tercapai.
101 tahun lalu, tepatnya tahun 1909, Geronimo sang Apache yang agung ini, akhirnya menyerah pada hukum alam yang bernama kematian, tanpa pernah menggapai cita-cita yang dia impikan. Kematian menjemputnya ketika keriput di wajahnya telah menghiasi wajahnya.
Geronimo dikenang bukan karena dia berhasil dalam banyak hal yang dia perjuangkan. Dia meninggalkan kesan beragam yang begitu mendalam. Kepemimpinannya atas suku Apache telah melegenda, lebih karena pada waktu yang sama mengingatkan kita akan dua hal yang saling berlawanan dalam hidup ini: harapan dan kegetiran hidup. Dua sisi dari satu keping mata uang yang saling melengkapi.
Barret, SM 1906, Geronimo’s story of his life, Duffield & Company, New York.
Betzinez, J & Nye, WB 1959, I fought with Geronimo, The Telegraphy Press, Pennsylvania.
Debo, A 1976, Geronimo: the man, his time, his place, University of Oklahoma Press, Amerika.
Opler, ME 1941, An Apache life-way: the economic, social, and religious institutions of the Chiricahua Indians, The University of Chicago Press, Chicago.
http://puzzleminds.com/geronimo/#sthash.H8SXqVFh.dpuf
http://web.inilah.com/read/detail/1483432/geronimo-pahlawan-bukan-teroris#.U2Gln4F_u_8
http://filsafat.kompasiana.com/2010/01/19/harapan-perjuangan-dan-kegetiran-hidup-56571.html
No comments