Header Ads

MIDNIGHT MIST: PART TWO

 

MIDNIGHT MIST3

CREDIT BY ANDIETA OCTARIA

***

Josh terbangun di tengah keheningan malam. Bagian belakang kepalanya berdenyut-denyut. Tangan dan kakinya diikat dengan serat tumbuhan. Ia memperhatikan keadaan sekelilingnya.

Gelap dan lembab.

Ia ternyata berada di dalam rongga pohon sycamore besar yang tadi siang ia lihat. Mengapa ia tak melihat rongga besar ini sebelumnya? Mungkin ini rongga pohon yang disebabkan oleh rayap atau binatang hutan pemakan kayu lainnya. Ia merasa mual. Rongga ini juga berbau busuk. Sepersi bau kayu yang lapuk, namun dengan campuran bau amis yang ia tidak ketahui sumbernya.

Namun itu belum bagian terburuknya. Di luar rongga pohon, seseorang berdiri membelakanginya. Atau tepatnya, sesuatu. Sosok itu menyerupai pria gendut berkulit pucat kemerahan, namun jari jemarinya panjang dan kurus seperti ranting pohon. Di beberapa bagian, kulitnya berubah kecoklatan dan retak. Bahkan dalam kegelapan hutan, Josh bisa melihat lumut yang hijau dan berlendir merambat di kedua kaki sosok tersebut.

Josh menggeliat. Saat ia masih kecil, ia sering bermain berpura-pura menjadi kawanan Indian bersama teman-temannya. Biasanya, ia menjadi kepala suku Indian dan diikat di tengah ruangan. Karena itu, ikatan di tangan dan kakinya bukanlah masalah besar untuknya. Ikatan di kakinya mulai mengendur dan tangan kanannya bahkan sudah terbebas dari ikatan ketika sosok di depannya menoleh. Makhluk itu berjalan mendekat. Josh tidak pernah takut akan monster ataupun makhluk apapun. Namun makhluk di depannya membuatnya bergidik.

“DANE EVANS!” raung Josh marah.

Makhluk itu, adalah Dane Evans. Kepala kepolisian yang menghentikan pencarian terhadap adiknya. Ia tak tahu apa yang terjadi pada kepala polisi tersebut, namun ingatannya tak pernah salah.

“KHU KHU KHU. Bagaimana kau bisa mengetahui nama ku?” sosok di depannya tertawa dengan suara yang serak dan kasar.

“KAU TIDAK MENCARI SOOSAN DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH! KAU MEMBIARKANNYA HILANG DI TENGAH HUTAN! KAU! KARENA KAU HIDUPKU BERANTAKAN!”

Mendengar nama Soosan, sosok di depan Josh tiba tiba terkekeh nyaring. Suaranya membelah keheningan hutan, membuat bulu kuduknya berdiri. Sosok itu berjalan mendekat, menatap lekat-lekat Josh dengan bola matanya yang hitam pekat, lalu duduk di depan Josh.

“Aku akan menceritakan dongeng sebelum tidur,”

“AKU TIDAK PERLU DONGENG SEBELUM TIDUR! LEPASKAN AKU!” Josh berpura-pura kedua tangan dan kakinya masih terikat, menunggu momen yang tepat untuk keluar dari semua ini.

“Zaman dahulu kala, seorang kepala polisi, Dane Evans menerima telepon di hari ketujuh masa jabatannya. Seorang anak, ah aku tak akan pernah bisa melupakan namanya, Soosan, tidak kembali setelah bermain di hutan seharian. Namun gadis itu tidak pernah ditemukan."

"Setelah aku menarik mundur seluruh pasukan dari hutan, atasanku menganggap aku tidak dapat menanggung beban pekerjaanku sebagai kepala polisi. Maka jabatanku dicopot, bahkan sebelum aku menjadi kepala polisi selama satu bulan. Orang tuaku marah bukan main. Mereka menganggap jabatanku adalah hasil kerja keras mereka dan aku menyia-nyiakannya.” Sosok itu memainkan pisau lipat Josh di tangannya. Jemarinya yang panjang dan kurus membuatnya tak dapat menggenggam benda dengan sempurna. Josh mengerenyit jijik. Pisau lipatnya berlumur cairan hijau kekuningan yang mengeluarkan bau busuk.

“Maka setelah dipermalukan di pekerjaan dan dibuang dari keluarga, aku kembali menyelidiki hutan ini. Dan sama sepertimu, aku menemukan pohon ini. Aku juga melihat wajah Soosan di batang pohon ini. Dan persis seperti apa yang kau lakukan, aku juga hendak menebang pohon ini. Saat aku melukai batang pohon, aku kira pohon ini mengeluarkan darah. Aku yang penasaran mencicipi getahnya, untuk memastikan bahwa cairan itu bukan darah."

"Saat itulah keajaiban terjadi. Aku merasa kuat! Aku tidak pernah merasa sekuat ini sebelumnya! Semakin banyak getah yang aku makan, semakin aku merasa kuat! Aku tidak lagi takut akan kegelapan, atau apapun! Aku merasa menjadi orang yang baru! Aku merasa terlahir kembali!” ia menghentikan sesaat ceritanya. Matanya yang hitam pekat berbinar-binar. Josh memperhatikan dengan seksama, ketika bagian putih bola mata Dane semakin lama semakin dipenuhi urat-urat tipis yang menghitam, membuat bola matanya semakin lama semakin gelap.

“Tapi tiba-tiba aku merasa lapar. Saangat laparr…” Dane menggeram. Josh memperhatikan dengan jijik saat Dane menjilat giginya yang kekuningan, meneteskan liur yang mendesis saat menyentuh tanah.

“Lalu aku melihat seekor kelinci cokelat melompat ke dalam celah pohon. Kelinci gendut itu bersembunyi di sana hingga tengah malam. Saat malam berada pada puncaknya, aku menyaksikan celah di pohon menutup, lalu tanah bergetar hebat.  Dan tiba-tiba, aku merasa kenyang. Setelah getaran berhenti, aku melihat terdapat bentuk wajah kelinci di batang pohon ini. Saat itulah aku tahu kemana Soosan pergi.”

Josh membeku. Adiknya ... adiknya dimakan oleh pohon ini. Mungkin juga papa. Dan kini, ia akan mengalami nasib yang sama.

Ia tak mungkin bisa mengalahkan Dane. Meskipun Dane dulu adalah polisi gendut yang lemah, sekarang ia tampak menakutkan dan jauh lebih kuat.

“Namun kau tahu, memakan hewan tidak terlalu mengenyangkan. Aku telah memberi makan pohon ini bebek, ayam, ular, namun aku selalu merasa lapar. Hingga suatu hari aku berhasil membawa orang tuaku ke tempat ini.” Dane bangkit, lalu mengelus salah satu bonggol pohon yang berbentuk seperti wajah lelaki tua, “Bukan begitu, Ayah? Kau menyukai rumah barumu kan”

Josh menggigil. Waktunya tinggal sedikit. Ia tak tahu berapa lama ia pingsan, tapi menurut perkiraannya, sebentar lagi tengah malam. Ia harus membuat Dane sibuk dengan ceritanya.

“Lalu, apakah kau merasa kenyang sekarang?”

“GGGGGGGRRRRRRRHHH KHU KHU KHU” Dane tertawa dengan suara geraman keras, membuat dedaunan di sekitarnya bergetar, “Tentu saja tak lama kemudian aku menjadi lapar kembali. Saaaaaaangat lapaaaaarr. Namun memberinya makan manusia lebih mudah dibandingkan hewan. Aku harus mengejar hewan yang semakin lama semakin sedikit. Namun manusia? Anak kecil cukup bodoh untuk bermain di hutan sendirian."

"Semakin banyak getah yang kumakan membuatku semakin kuat, namun juga semakin menyerupai tumbuhan. Aku tidak lagi bisa kembali ke kota. Namun itu tidak masalah.”

Josh baru menyadari, Dane terhubung dengan pohon ini. Saat Dane lengah, Josh meraba sakunya. Hanya ada kunci pick-upnya. ia tak memiliki rencana lain. Bila rencana ini tak berhasil, ia tak akan keluar dari hutan ini hidup-hidup. Ia beringsut maju perlahan, lalu menggoreskan bagian tajam kunci tersebut ke bagian dalam pohon.

“GGGGGGGGGGGGRRRRRRRAAAGH!” Dane mengerang marah. Kakinya terluka seperti goresan yang dibuat Josh. Tangan Dane memegangi kakinya, menjatuhkan pisau lipat Josh. Josh buru-buru menyambar pisaunya, lalu menusuk pohon dengan sekuat tenaga. Getah merah derah mengalir keluar dari sayatan-sayatan yang dibuat Josh.

“HENTIKAN HENTIKAAAAAAAAN GRRRRRRRH!”

Sebelum Dane sempat menangkapnya, Josh melompat, menusukkan pisau ke badan pohon, lalu menariknya turun dengan berat badannya, menimbulkan sayatan panjang dan dalam. Dane meraung kesakitan, lalu terjatuh. Tanpa membuang waktu, Josh menendang tubuh Dane hingga masuk ke dalam celah pohon. Josh kembali menyayat kulit pohon keras-keras.

Tiba-tiba, ia terjatuh. Jemari keras dan kurus Dane menariknya masuk ke dalam celah pohon.

“LEPASKAN AKU, SIALAN!” Josh menendang-nendang. Tangannya menggapai mencari pegangan, namun sia-sia, Dane terlalu kuat.

GGGGGGRRRRHHHHHH

Tanah bergetar. genggaman tangan Dane semakin kuat menusuk kedalam kakinya. Menarik Josh sambil berusaha mengeluarkan dirinya sendiri dari dalam celah pohon.

GGGGGGGGGGRRRRRRRRRRRRRRRHHH

Tanah bergetar hebat. Josh terbanting menjauh dan genggaman tangan Dane terlepas. Dari sudut matanya, Josh bisa melihat celah di pohon dengan cepat menutup.

“TIDAK! KELUARKAN AKU DARI SINI! TIDAAAAAAAAAAAAAAAK!” teriakan Dane membelah kesunyian malam.

Lalu sunyi.

Josh meringsut mundur. Pohon tersebut tak lagi memiliki celah. Di batangnya, Josh bisa melihat satu bonggol baru dengan wajah Dane Evans yang ketakutan tercetak dengan jelas.

“POHON SIALAAAN!” Josh berlari ke arah pohon tersebut, lalu menikamkan pisaunya dengan membabi buta. Ia berhenti sambil terengah-engah. Bagaimanapun, Soosan dan Papa merupakan bagian pohon tersebut. Tak ada lagi yang ia miliki.

Josh jatuh terduduk, lalu menangis terisak di dalam keheningan hutan.

 

TO BE CONTINUED

No comments

Powered by Blogger.