Misteri Pesawat Air Asia QZ8501 Terungkap, Jatuh Bukan Karena Cuaca
KEBAJIKAN ( De 德 ) - Tak ada seorang pun yang mengetahui kapan waktunya serta tak ada yang menyangka, bahwa liburan keluarga di akhir tahun 2014 dengan menumpang pesawat AirAsia QZ8501 menuju Singapura akan berakhir duka, akibat jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di sekitar Selat Karimata, Kalimantan Tengah, Minggu 28/12/2014.
Puing-puing pesawat Airasia QZ8501 jenis Airbus 320 yang membawa 162 orang, terdiri dari dua pilot, empat awak kabin, dan 156 penumpang, termasuk seorang engineer, itu ditemukan dua hari kemudian yang tersebar di Laut Jawa.
Setlah setahun berakhirnya tragedi tersebut, Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Selasa, 1 Desember 2015 mengeluarkan laporan akhir berdasarkan hasil investigasi dari kotak hitam atau flight data recorder (FDR), mengenai penyebab terjadinya kecelakaan yang menimpa pesawat AirAsia QZ8501 yang menuju Singapura dari Surabaya, agar masyarakat bisa mengetahui penyebab dan kronologi terjadinya kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 yang jatuh di perairan Selat Karimata, dekat Kalimantan Tengah, pada 28 Desember 2014, seperti dirangkum dari berbagai sumber.
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Nurcahyo Utomo, menyatakan, dalam catatan black box tidak terlihat adanya indikasi pengaruh cuaca sebagai penyebab kejatuhan pesawat. Namun sebelumnya ditemukan penyebab kerusakan rudder travel limiter (RTL) pada pesawat tipe Airbus A320 tersebut yang terjadi selama empat kali aktivasi tanda peringatan atau master caution.
Ketua Subkomite Kecelakaan Udara, Kapten Nurcahyo Utomo menjelaskan, gangguan pertama pada RTLU dimulai pukul 06.01 WIB.
"Atas kerusakan ini, pilot melakukan tindakan sesuai prosedur Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM), kemudian problemnya hilang dan pilot melanjutkan penerbangan," ujar Nurcahyo dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Perhubungan, Selasa (1/12).
Gangguan kedua pada RTLU muncul pada pukul 06.09 WIB, dan pilot kembali melakukan prosedur ECAM atas gangguan tersebut. Namun empat menit kemudian muncul gangguan ketiga pada RTLU, dan pilot masih melakukan prosedur ECAM atas gangguan itu.
Baru pada gangguan RTLU keempat, yakni pada pukul 06.15 WIB, terdapat indikasi yang berbeda dibandingkan dengan tiga gangguan pertama. Seluruhnya tercatat oleh Flight Data Recorder.
"Pada gangguan keempat, awak pesawat me-reset circuit breaker dari Flight Augmentation Computer. Tindakan awak pesawak setelah gangguan keempat mengaktifkan tanda peringatan kelima," kata Nurcahyo.
Peringatan muncul enam kali sebelum akhirnya sistem autopilot dan auto-thrust pesawat tidak aktif. Sistem kendali pesawat akhirnya berganti dari normal law ke alternate law di mana proteksi tidak aktif.
"Pengendalian secara manual ini yang menyebabkan kondisi pesawat masuk ke dalam upset condition dan stall hingga akhir rekaman FDR," ujar Nurcahyo.
Dalam kondisi stall itulah, pesawat berguling enam derajat per detik hingga 54 derajat ke kiri. Saat itu pesawat masih dapat dikendalikan, namun ada input yang kemudian membuat pesawat naik ke atas.
"Hidung pesawat naik ke atas dengan sudut tertinggi 40 derajat. Ini satu kondisi di luar batasan terbang dan masuklah pesawat ke kondisi kehilangan daya angkat atau stall. Kondisi ini sudah di luar kemampuan pilot untuk recover," katanya.
Berdasarkan catatan kotak hitam, kecepatan terendah pesawat yang tercatat adalah 57 knot. Pesawat sempat mencapai puncak ketinggian terbang mencapai 38 ribu kaki. Pada awalnya, QZ 8501 terbang dengan ketinggian jelajah 32 ribu kaki.
Investigasi kemudian dilakukan pada catatan perawatan pesawat. Dalam 12 bulan terakhir, KNKT menemukan 23 gangguan terkait sistem pembatas kemudi AirAsia atau RTLU sebelum pesawat jatuh selama tahun 2014.
"Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada RTLU," ujar Nurcahyo.
KNKT menilai sistem perawatan pesawat tak menggunakan teknologi semestinya, sehingga perbaikan pada pesawat terbang menjadi tidak maksimal.
Ketua Subkomite Kecelakaan Udara, Kapten Nurcahyo Utomo menjelaskan, gangguan pertama pada RTLU dimulai pukul 06.01 WIB.
"Atas kerusakan ini, pilot melakukan tindakan sesuai prosedur Electronic Centralized Aircraft Monitoring (ECAM), kemudian problemnya hilang dan pilot melanjutkan penerbangan," ujar Nurcahyo dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Perhubungan, Selasa (1/12).
Gangguan kedua pada RTLU muncul pada pukul 06.09 WIB, dan pilot kembali melakukan prosedur ECAM atas gangguan tersebut. Namun empat menit kemudian muncul gangguan ketiga pada RTLU, dan pilot masih melakukan prosedur ECAM atas gangguan itu.
Baru pada gangguan RTLU keempat, yakni pada pukul 06.15 WIB, terdapat indikasi yang berbeda dibandingkan dengan tiga gangguan pertama. Seluruhnya tercatat oleh Flight Data Recorder.
"Pada gangguan keempat, awak pesawat me-reset circuit breaker dari Flight Augmentation Computer. Tindakan awak pesawak setelah gangguan keempat mengaktifkan tanda peringatan kelima," kata Nurcahyo.
Peringatan muncul enam kali sebelum akhirnya sistem autopilot dan auto-thrust pesawat tidak aktif. Sistem kendali pesawat akhirnya berganti dari normal law ke alternate law di mana proteksi tidak aktif.
"Pengendalian secara manual ini yang menyebabkan kondisi pesawat masuk ke dalam upset condition dan stall hingga akhir rekaman FDR," ujar Nurcahyo.
Dalam kondisi stall itulah, pesawat berguling enam derajat per detik hingga 54 derajat ke kiri. Saat itu pesawat masih dapat dikendalikan, namun ada input yang kemudian membuat pesawat naik ke atas.
"Hidung pesawat naik ke atas dengan sudut tertinggi 40 derajat. Ini satu kondisi di luar batasan terbang dan masuklah pesawat ke kondisi kehilangan daya angkat atau stall. Kondisi ini sudah di luar kemampuan pilot untuk recover," katanya.
Berdasarkan catatan kotak hitam, kecepatan terendah pesawat yang tercatat adalah 57 knot. Pesawat sempat mencapai puncak ketinggian terbang mencapai 38 ribu kaki. Pada awalnya, QZ 8501 terbang dengan ketinggian jelajah 32 ribu kaki.
Investigasi kemudian dilakukan pada catatan perawatan pesawat. Dalam 12 bulan terakhir, KNKT menemukan 23 gangguan terkait sistem pembatas kemudi AirAsia atau RTLU sebelum pesawat jatuh selama tahun 2014.
"Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada RTLU," ujar Nurcahyo.
KNKT menilai sistem perawatan pesawat tak menggunakan teknologi semestinya, sehingga perbaikan pada pesawat terbang menjadi tidak maksimal.
Detik-detik Percakapan Terakhir Pilot dan Kopilot Sebelum Pesawat Jatuh
Salah satu bagian yang menjadi perhatian adalah percakapan terakhir antara pilot dan co-pilot pesawat nahas yang jatuh pada 28 Desember 2014. Inilah isi percakapan terakhir mereka yang berhasil diungkap oleh tim dari KNKT dan diunggah di situs KNKT, Kementerian Perhubungan.
Pukul 22.57:39 (waktu UTC, atau 05,57: 39 WIB): Pramugari mengumumkan pesawat memasuki cuaca buruk.
23.04:59 (06,04:59 WIB) pilot meminta untuk sedikit membelokkan arah pesawat sebanyak 15 mil.
23.11:44 (06,11:44 WIB) Pesawat telah diidentifikasi oleh radar yang ada di Jakarta, dan pilot diminta untuk melaporkan situasi cuaca buruk di sekitarnya.
23.11:49 (06,11:49 WIB) Pilot meminta izin untuk menaikkan pesawat ke posisi yang lebih tinggi kepada menara kontrol di Jakarta.
23.11:55 (06,11:55 WIB) Menara kontrol menanyakan kepada pilot mengenai berapa ketinggian yang dimaksudkan.
23.12:01 (06,12:01 WIB) Pilot menjawab bahwa ia meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki.
23.12:05 (06,12:05 WIB) Menara kontrol memerintahkan kepada pilot untuk bersiap naik ke ketinggian yang dimaksud.
23.13:40 (06,13:40 WIB) Terdengar suara dentingan tunggal (panggilan penumpang) suara tersebut kembali berulang pada pukul 23.15:35, dan pada pukul yang sama menara kontrol memberikan kepastian untuk pesawat naik ke ketinggian 340.
Suara berdenting kembali terdengar, masing-masing di pukul 23.16:28, 23.16:30 dan 23.16:44.
23.16:46 (06,16:46 WIB) Terdengar suara yang menyerupai dimatikannya mode autopilot.
23.16:53: (06,16:53 WIB) Pilot mengatakan, "oh my God"
23.16:55 (06,16:55 WIB) Terdengar suara “Stall Warning” yang merupakan tanda bahwa daya angkat pesawat sudah menurun selama 1 detik.
23.17:03 Pilot minta kopilot mendatarkan pesawat “Level, level, level,” kata sang pilot kepada co-pilotnya sebanyak 4 kali. Suasana mulai menegangkan saat itu
23.17:15 (06,17:15 WIB) “Pull down.. Pull down,” ujar sang pilot kepada co-pilotnya untuk menurunkan ketinggian pesawat. Permintaan diulangi sebanyak 4 kali.
23.17:17 (06,17:17 WIB) Kembali terdengar suara alarm posisi kehilangan daya angkat (stall warning) selama 4 detik .
23.17:23 (06,17:23 WIB) Suara “Stall warning” tersebut terus terdengar sampai akhir rekaman.
23.17:29 (06,17:29 WIB) Kopilot mengatakan dalam bahasa Prancis, "apa yang terjadi".
23.17:33 (06,17:33 WIB) Co-pilot menyatakan "TOGA" atau Take Off/Go Around.
23.17:41 (06,17:41 WIB) Pilot mengatakan, "My God."
23.17:51 (06,17:51 WIB) Pilot menyatakan, “Slowly.. Slowly,” sebanyak 5 kali
23.19:58 (06,19:58 WIB) Pilot meminta kepada co-pilot untuk memilih tampilan manajemen komputer dan kemudian memilih CAPT 3.
23.20:36 (06,20:36 WIB) Rekaman terhenti.
KNKT Bingung dengan pembicaraan Perintah Pilot Saat QZ8501 Meluncur Naik
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan sedikit bingung dengan rekaman kotak hitam AirAsia QZ8501. Dalam Cockpit Voice Recorder (CVR), terdengar suara pilot dan kopilot saling berkoordinasi saat pesawat menaikkan ketinggian.
“Ada perintah dari pilot untuk pull down,” kata Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (1/12).
Perintah pull down itu, ujar Nurcahyo, diberikan pilot kepada kopilot saat pesawat yang semula berada di ketinggian 32 ribu kaki mendadak mengalami kenaikan hingga ketinggian 38 ribu kaki.
Berdasarkan analisis Nurcahyo, ucapan pull down tersebut sangat membingungkan karena perintah tersebut bukan perintah yang biasa diucapkan pilot. Di satu sisi, pull berarti menarik setir yang akan membuat pesawat terus menanjak naik.
Sementara di sisi lain, down berarti turun. Sementara jika pesawat diturunkan, yang harus dilakukan terhadap setir adalah mendorongnya.
"Maka dari itu perintah tersebut agak membingungkan," kata Nurcahyo.
KNKT Tak Bisa Ungkap Semua Misteri Kecelakaan AirAsia QZ8501
Namun, tak semua penyebab kecelakaan AirAsia QZ8501 terungkap. Salah satu hal yang tak bisa diungkap Komite Nasional Keselamatan Transportasi dalam investigasinya ialah putusnya arus listrik akibat pengaturan ulang circuit breaker. Aktivitas itu tercatat dalam kotak hitam, yakni Flight Data Recorder (FDR).
Menurut Nurcahyo, pengaturan ulang circuit breaker yang diduga akibat pencabutan terhadap salah satu circuit breaker di Flight Augmentation Computer (FAC) itu, merupakan salah satu penyebab QZ8501 jatuh ke Laut Jawa.
Tetapi hingga investigasi rampung, KNKT tak bisa memastikan apa penyebab lepasnya circuit breaker yang menjadi salah satu ‘dalang’ kecelakaan AirAsia QZ8501.
"Sayangnya kami tak memiliki kamera di kokpit untuk memastikan siapa atau apa penyebab circuit breaker itu bisa tercabut," kata Nurcahyo.
KNKT, ujar Nurcahyo, tak memiliki bukti apakah benar bahwa salah satu dari pilot dan kopilot mencabut circuit breaker yang terletak di sekitar kursi kemudi.
"Kami kurang bukti, tapi kondisinya mirip dengan itu (pencabutan)," kata dia.
Ada empat circuit breaker yang terletak di kokpit pesawat, dan keempatnya berada di dua Flight Augmentation Computer yang terpisah. FAC pertama terletak di atas kursi pilot, sedangkan FAC kedua ada di belakang kursi kopilot.
Jika pilot cukup tinggi, kata Nurcahyo, dia bisa dengan mudah mencabut circuit breaker tersebut. Sementara untuk mencabut circuit breaker di belakang kursi kopilot harus dilakukan dengan upaya lebih keras.
Perihal pencabutan circuit breaker tersebut, KNKT menegaskan tak bisa memberikan penjelasan memadai. KNKT juga tak mau menyebut kecelakaan QZ8501 disebabkan oleh kesalahan manusia. Salam kebajikan
Salah satu bagian yang menjadi perhatian adalah percakapan terakhir antara pilot dan co-pilot pesawat nahas yang jatuh pada 28 Desember 2014. Inilah isi percakapan terakhir mereka yang berhasil diungkap oleh tim dari KNKT dan diunggah di situs KNKT, Kementerian Perhubungan.
Pukul 22.57:39 (waktu UTC, atau 05,57: 39 WIB): Pramugari mengumumkan pesawat memasuki cuaca buruk.
23.04:59 (06,04:59 WIB) pilot meminta untuk sedikit membelokkan arah pesawat sebanyak 15 mil.
23.11:44 (06,11:44 WIB) Pesawat telah diidentifikasi oleh radar yang ada di Jakarta, dan pilot diminta untuk melaporkan situasi cuaca buruk di sekitarnya.
23.11:49 (06,11:49 WIB) Pilot meminta izin untuk menaikkan pesawat ke posisi yang lebih tinggi kepada menara kontrol di Jakarta.
23.11:55 (06,11:55 WIB) Menara kontrol menanyakan kepada pilot mengenai berapa ketinggian yang dimaksudkan.
23.12:01 (06,12:01 WIB) Pilot menjawab bahwa ia meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki.
23.12:05 (06,12:05 WIB) Menara kontrol memerintahkan kepada pilot untuk bersiap naik ke ketinggian yang dimaksud.
23.13:40 (06,13:40 WIB) Terdengar suara dentingan tunggal (panggilan penumpang) suara tersebut kembali berulang pada pukul 23.15:35, dan pada pukul yang sama menara kontrol memberikan kepastian untuk pesawat naik ke ketinggian 340.
Suara berdenting kembali terdengar, masing-masing di pukul 23.16:28, 23.16:30 dan 23.16:44.
23.16:46 (06,16:46 WIB) Terdengar suara yang menyerupai dimatikannya mode autopilot.
23.16:53: (06,16:53 WIB) Pilot mengatakan, "oh my God"
23.16:55 (06,16:55 WIB) Terdengar suara “Stall Warning” yang merupakan tanda bahwa daya angkat pesawat sudah menurun selama 1 detik.
23.17:03 Pilot minta kopilot mendatarkan pesawat “Level, level, level,” kata sang pilot kepada co-pilotnya sebanyak 4 kali. Suasana mulai menegangkan saat itu
23.17:15 (06,17:15 WIB) “Pull down.. Pull down,” ujar sang pilot kepada co-pilotnya untuk menurunkan ketinggian pesawat. Permintaan diulangi sebanyak 4 kali.
23.17:17 (06,17:17 WIB) Kembali terdengar suara alarm posisi kehilangan daya angkat (stall warning) selama 4 detik .
23.17:23 (06,17:23 WIB) Suara “Stall warning” tersebut terus terdengar sampai akhir rekaman.
23.17:29 (06,17:29 WIB) Kopilot mengatakan dalam bahasa Prancis, "apa yang terjadi".
23.17:33 (06,17:33 WIB) Co-pilot menyatakan "TOGA" atau Take Off/Go Around.
23.17:41 (06,17:41 WIB) Pilot mengatakan, "My God."
23.17:51 (06,17:51 WIB) Pilot menyatakan, “Slowly.. Slowly,” sebanyak 5 kali
23.19:58 (06,19:58 WIB) Pilot meminta kepada co-pilot untuk memilih tampilan manajemen komputer dan kemudian memilih CAPT 3.
23.20:36 (06,20:36 WIB) Rekaman terhenti.
KNKT Bingung dengan pembicaraan Perintah Pilot Saat QZ8501 Meluncur Naik
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyatakan sedikit bingung dengan rekaman kotak hitam AirAsia QZ8501. Dalam Cockpit Voice Recorder (CVR), terdengar suara pilot dan kopilot saling berkoordinasi saat pesawat menaikkan ketinggian.
“Ada perintah dari pilot untuk pull down,” kata Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Kapten Nurcahyo Utomo di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Selasa (1/12).
Perintah pull down itu, ujar Nurcahyo, diberikan pilot kepada kopilot saat pesawat yang semula berada di ketinggian 32 ribu kaki mendadak mengalami kenaikan hingga ketinggian 38 ribu kaki.
Berdasarkan analisis Nurcahyo, ucapan pull down tersebut sangat membingungkan karena perintah tersebut bukan perintah yang biasa diucapkan pilot. Di satu sisi, pull berarti menarik setir yang akan membuat pesawat terus menanjak naik.
Sementara di sisi lain, down berarti turun. Sementara jika pesawat diturunkan, yang harus dilakukan terhadap setir adalah mendorongnya.
"Maka dari itu perintah tersebut agak membingungkan," kata Nurcahyo.
KNKT Tak Bisa Ungkap Semua Misteri Kecelakaan AirAsia QZ8501
Namun, tak semua penyebab kecelakaan AirAsia QZ8501 terungkap. Salah satu hal yang tak bisa diungkap Komite Nasional Keselamatan Transportasi dalam investigasinya ialah putusnya arus listrik akibat pengaturan ulang circuit breaker. Aktivitas itu tercatat dalam kotak hitam, yakni Flight Data Recorder (FDR).
Menurut Nurcahyo, pengaturan ulang circuit breaker yang diduga akibat pencabutan terhadap salah satu circuit breaker di Flight Augmentation Computer (FAC) itu, merupakan salah satu penyebab QZ8501 jatuh ke Laut Jawa.
Tetapi hingga investigasi rampung, KNKT tak bisa memastikan apa penyebab lepasnya circuit breaker yang menjadi salah satu ‘dalang’ kecelakaan AirAsia QZ8501.
"Sayangnya kami tak memiliki kamera di kokpit untuk memastikan siapa atau apa penyebab circuit breaker itu bisa tercabut," kata Nurcahyo.
KNKT, ujar Nurcahyo, tak memiliki bukti apakah benar bahwa salah satu dari pilot dan kopilot mencabut circuit breaker yang terletak di sekitar kursi kemudi.
"Kami kurang bukti, tapi kondisinya mirip dengan itu (pencabutan)," kata dia.
Ada empat circuit breaker yang terletak di kokpit pesawat, dan keempatnya berada di dua Flight Augmentation Computer yang terpisah. FAC pertama terletak di atas kursi pilot, sedangkan FAC kedua ada di belakang kursi kopilot.
Jika pilot cukup tinggi, kata Nurcahyo, dia bisa dengan mudah mencabut circuit breaker tersebut. Sementara untuk mencabut circuit breaker di belakang kursi kopilot harus dilakukan dengan upaya lebih keras.
Perihal pencabutan circuit breaker tersebut, KNKT menegaskan tak bisa memberikan penjelasan memadai. KNKT juga tak mau menyebut kecelakaan QZ8501 disebabkan oleh kesalahan manusia. Salam kebajikan
No comments